Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Pemilu di Indonesia Hanya Pemilu-pemiluan

Kompas.com - 20/09/2015, 11:34 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa sistem pemilihan umum perlu diperbaiki, terutama mekanisme kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan KPU Daerah. Dengan demikian, suara pemilih benar-benar terakumulasi dengan baik dan tak diintervensi kepentingan-kepentingan di luar KPU sebagai penyelenggara.

Pernyataan tersebut disampaikan Yusril untuk menanggapi soal kesediaan dirinya untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden pada Pemilu 2019.

Yusril menganggap sistem dan hasil pemilu di Indonesia mengerikan karena yang menjadi poin terpenting adalah bukan siapa yang memilih, melainkan siapa yang mengatur pemilih. Karena itu, hal yang menjadi fokus utama adalah bagaimana mekanisme pemilihan berjalan dengan baik serta bagaimana sistem tersebut adil, terbuka, dan membuka kesempatan yang sama bagi semua pihak.

“Yang perlu disiapkan lebih dulu adalah mekanisme pemilihan agar berjalan dengan baik. Jadi bukan hanya menyangkut saya, tapi menyangkut semua anak bangsa dalam melaksanakan prinsip-prinsip perundang-undangan,” kata Yusril saat dihubungi, Minggu (20/9/2015).

Menurut dia, hal yang harus difokuskan adalah menjalankan dengan benar peraturan perundang-undangan mengenai pemilu. Dengan demikian, tidak ada lagi sejumlah kecurangan yang secara mudah bisa dilakukan jika penyelenggara tidak taat undang-undang.

Dia memaparkan, kecurangan pertama adalah mengenai 30 persen kotak suara yang disiapkan untuk suara tambahan. Sering kali, surat suara cadangan dicoblos terlebih dahulu oleh oknum, dan sudah berada di kotak suara sebelum pemilihan suara dimulai. Rekayasa semacam itu dianggap Yusril sangat mudah dilakukan, bahkan tidak bisa dikendalikan.

Kecurangan berikutnya adalah saat penghitungan surat suara di berbagai tingkat, mulai dari kelurahan hingga kabupaten. Yusril menambahkan, suara-suara tersebut bisa hilang di jalan dan rawan disisipi oleh kekuatan uang. Uang tersebut bukan digunakan untuk membayar pemilih, melainkan untuk mengatur suara.

“Bagi kami yang paham politik dengan etika tinggi, akan terus-menerus mengalami kekalahan dalam situasi seperti ini. Akhirnya pemilu kita hanya pemilu-pemiluan,” ujar pakar hukum tata negara tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Nasional
Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

Nasional
Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Ajak Masyarakat Sultra Doa Bersama supaya Bantuan Beras Diperpanjang

Jokowi Ajak Masyarakat Sultra Doa Bersama supaya Bantuan Beras Diperpanjang

Nasional
World Water Forum Ke-10, Ajang Pertemuan Terbesar untuk Rumuskan Solusi Persoalan Sumber Daya Air

World Water Forum Ke-10, Ajang Pertemuan Terbesar untuk Rumuskan Solusi Persoalan Sumber Daya Air

Nasional
Syarat Sulit dan Waktu Mepet, Pengamat Prediksi Calon Nonpartai Berkurang pada Pilkada 2024

Syarat Sulit dan Waktu Mepet, Pengamat Prediksi Calon Nonpartai Berkurang pada Pilkada 2024

Nasional
MKMK Sudah Terima Laporan Pelanggaran Etik Anwar Usman

MKMK Sudah Terima Laporan Pelanggaran Etik Anwar Usman

Nasional
Anak SYL Minta Pejabat Kementan Biayai Renovasi Kamar Rp 200 Juta

Anak SYL Minta Pejabat Kementan Biayai Renovasi Kamar Rp 200 Juta

Nasional
Agus Rahardjo Sebut Penyidik KPK Tunduk ke Atasan di Kejaksaan, Kejagung: Jangan Asal 'Statement'

Agus Rahardjo Sebut Penyidik KPK Tunduk ke Atasan di Kejaksaan, Kejagung: Jangan Asal "Statement"

Nasional
Stafsus SYL Disebut Minta Kementan Danai Pengadaan Paket Sembako Senilai Rp 1,9 Miliar

Stafsus SYL Disebut Minta Kementan Danai Pengadaan Paket Sembako Senilai Rp 1,9 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com