JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa sistem pemilihan umum perlu diperbaiki, terutama mekanisme kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan KPU Daerah. Dengan demikian, suara pemilih benar-benar terakumulasi dengan baik dan tak diintervensi kepentingan-kepentingan di luar KPU sebagai penyelenggara.
Pernyataan tersebut disampaikan Yusril untuk menanggapi soal kesediaan dirinya untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden pada Pemilu 2019.
Yusril menganggap sistem dan hasil pemilu di Indonesia mengerikan karena yang menjadi poin terpenting adalah bukan siapa yang memilih, melainkan siapa yang mengatur pemilih. Karena itu, hal yang menjadi fokus utama adalah bagaimana mekanisme pemilihan berjalan dengan baik serta bagaimana sistem tersebut adil, terbuka, dan membuka kesempatan yang sama bagi semua pihak.
“Yang perlu disiapkan lebih dulu adalah mekanisme pemilihan agar berjalan dengan baik. Jadi bukan hanya menyangkut saya, tapi menyangkut semua anak bangsa dalam melaksanakan prinsip-prinsip perundang-undangan,” kata Yusril saat dihubungi, Minggu (20/9/2015).
Menurut dia, hal yang harus difokuskan adalah menjalankan dengan benar peraturan perundang-undangan mengenai pemilu. Dengan demikian, tidak ada lagi sejumlah kecurangan yang secara mudah bisa dilakukan jika penyelenggara tidak taat undang-undang.
Dia memaparkan, kecurangan pertama adalah mengenai 30 persen kotak suara yang disiapkan untuk suara tambahan. Sering kali, surat suara cadangan dicoblos terlebih dahulu oleh oknum, dan sudah berada di kotak suara sebelum pemilihan suara dimulai. Rekayasa semacam itu dianggap Yusril sangat mudah dilakukan, bahkan tidak bisa dikendalikan.
Kecurangan berikutnya adalah saat penghitungan surat suara di berbagai tingkat, mulai dari kelurahan hingga kabupaten. Yusril menambahkan, suara-suara tersebut bisa hilang di jalan dan rawan disisipi oleh kekuatan uang. Uang tersebut bukan digunakan untuk membayar pemilih, melainkan untuk mengatur suara.
“Bagi kami yang paham politik dengan etika tinggi, akan terus-menerus mengalami kekalahan dalam situasi seperti ini. Akhirnya pemilu kita hanya pemilu-pemiluan,” ujar pakar hukum tata negara tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.