Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK, Firma Hukum, dan Kejahatan Korporasi

Kompas.com - 18/09/2015, 15:00 WIB

Oleh: Dedi Haryadi

JAKARTA, KOMPAS - Unsur ketegangan dan kejutan dalam laga KPK memberantas korupsi makin berkurang tatkala penindakan korupsi yudisial dan korupsi politik dari hari ke hari makin bisa dan biasa. Adegan pengacara, jaksa, polisi, hakim-bahkan ketua Mahkamah Konstitusi-dicokok sudah mulai biasa sekarang.

Demikian juga penangkapan pebisnis, anggota Dewan, bupati/wali kota, gubernur-bahkan menteri-pun sudah jamak terjadi. Kalau tak ada suspensi baru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memasuki rutinitas dan habituasi yang membosankan dan barangkali menjumudkan. Untuk menghindari hal ini, KPK mau tidak mau harus menciptakan suspensi baru, yang secara substantif memperkaya keterampilan dan pengalaman baru sehingga KPK naik ke maqom yang lebih tinggi dalam memberantas korupsi.

Untuk sampai ke situ, KPK harus memasuki arena pergulatan baru: mengatasi kejahatan korupsi korporasi. Perlunya memasuki arena dan pergulatan baru ini sejalan perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi, di mana kejahatan korporasi makin berkembang tanpa penanganan memadai. Pemidanaan selama ini baru pada individu pelaku tindak pidana korupsi, sementara institusi (bisnis dan partai politik) tak tersentuh. Padahal kedua institusi itu yang selama ini paling banyak memasok koruptor.

Pemidanaan pada institusi juga perlu karena dapat meningkatkan efek jera, bahkan traumatik. Sanksi pidana bagi individu dan korporasi berbeda. Sanksi bagi korporasi, seperti diatur di UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU), sangat keras. Kalau korporasi terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang bisa didenda Rp 100 miliar. Selain itu juga dikenai pidana tambahan, pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian/seluruh kegiatan usaha korporasi, pencabutan izin usaha, pembubaran dan/atau pelarangan korporasi, perampasan aset korporasi untuk negara, dan/atau pengambil alihan oleh negara.

Personal atau institusi

Dari mana dan bagaimana KPK memulai? Mungkin bisa dari sini: apakah tindakan penyuapan yang disangkakan kepada pengacara, jajaran hakim pengadilan tata usaha negara merupakan tindakan personal/individual atau institusi (firma hukum) ? Sementara pengacara itu bukan sekadar pengacara, ia juga pendiri, pemegang saham, dan pemimpin firma hukum tersebut.

Sangkaan keterlibatan pengacara dalam tindak pidana bukan hal baru. Indonesia Corruption Watch mencatat, selama kurun 2005-2015 ada 10 pengacara terlibat dalam tindak pidana, baik sudah berkekuatan hukum tetap atau masih penyidikan. Dari 10 kasus itu, delapan terlibat dalam upaya penyuapan penyidik dan hakim, satu terkait rekayasa sumber keuangan tersangka, dan satu kasus terkait upaya menghalangi pemeriksaan tersangka.

Data dan informasi ini cukup memberi gambaran tentang peranan pengacara (dan mungkin juga firma hukumnya) sebagai aktor dan mata rantai penting dalam fenomena korupsi yudisial, yaitu korupsi yang terjadi di ranah dan melibatkan penegak hukum. Sesungguhnya inilah problem korupsi paling utama yang kita hadapi dewasa ini.

Sebab, korupsi yudisial itu menyebabkan, pertama, menghancurkan bangunan kepercayaan antarelemen bangsa. Robohnya kepercayaan ini mengganggu upaya kita mencapai tujuan bernegara yang adil dan makmur. Kedua, selain mengganggu dan menihilkan rasa keadilan masyarakat, juga merusak mekanisme orang mencari keadilan dan kebenaran. Ketiga, menjadi kendala terbesar upaya pemberantasan korupsi: bagaimana mungkin kita memberantas korupsi sampai tuntas kalau aparat penegak hukum terlibat di dalamnya?

Dalam konteks UU PPTPU ada disebut, sesuatu tindak pidana dikategorikan tindak pidana korporasi apabila: a) dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali korporasi; b) dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c) dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d) dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi. Belum terlambat bagi KPK menggunakan kerangka dan kriteria ini untuk menyelidik, menyidik dan menuntut kemungkinan adanya kejahatan korporasi dalam kasus penyuapan hakim tersebut. KPK sudah berijtihad dengan menerapkan UU PPTPU dalam mengungkap berbagai kasus korupsi. Terobosan itu perlu dilanjutkan dan diperdalam dengan mengadili kejahatan korporasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com