Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat dan Pegawai Negara Jadi Aktor Utama Kasus Korupsi

Kompas.com - 14/09/2015, 16:07 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch mencatat bahwa pejabat negara ataupun pegawai di kementerian dan pemerintah daerah menempati urutan teratas pelaku korupsi yang tercatat pada Januari hingga Juni 2015. Korupsi juga dilakukan oleh kepala daerah hingga lurah, camat, dan kepala desa.

Demikian catatan yang dibuat oleh ICW atas tren pemberantasan korupsi selama semester pertama 2015. Dalam catatan itu, ada 212 orang pejabat negara maupun kementerian yang terlibat sebagai aktor korupsi.

Sektor swasta menempati urutan kedua pelaku korupsi, yakni sebanyak 97 orang. Dari sektor ini, pelaku yang terlibat memiliki profesi sebagai direktur, komisaris, konsultan, dan pegawai swasta.

Sementara itu, di tingkat daerah yang lebih kecil, ada 28 kepala desa, camat, dan lurah yang terlibat dalam kasus yang merugikan negara. Aktor-aktor lainnya adalah kepala daerah (27 orang), kepala dinas (26 orang), anggota DPR/DPRD/DPD (24 orang), pejabat atau pegawai lembaga negara lain (12 orang), direktur, pejabat, dan pegawai BUMN/BUMD (10 orang), kelompok masyarakat (10 orang), serta pejabat atau pegawai bank (10 orang).

ICW menyimpulkan bahwa modus yang biasa digunakan oleh pelaku korupsi adalah menggelapkan dana negara. Jumlah kerugian negara akibat kasus penggelapan pada semester awal 2015 ini mencapai Rp 227,3 miliar.

"Kalau dibandingkan dengan temuan ICW pada semester awal 2014, jumlah kasusnya menurun. Sekarang 82 kasus, tahun lalu 99 kasus. Tapi, modus ini masih modus yang paling sering digunakan," kata tim Divisi Investigasi Wana Alamsyah kepada awak media di Cikini, Jakarta, Senin (14/9/2015).

Cara lain yang digunakan koruptor adalah menyalahgunakan anggaran (64 kasus), menyelewengkan wewenang (60 kasus), menggelembungkan anggaran (58 kasus), laporan fiktif (12 kasus), suap atau gratifikasi (11 kasus), kegiatan fiktif (9 kasus), pemotongan (6 kasus), menurunkan nilai aset atau mark down (3 kasus) pemerasan (2 kasus), dan pungutan liar (1 kasus).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com