Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Logika Pansel Versus Komisi III

Kompas.com - 02/09/2015, 15:00 WIB

Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK 2011 sudah memikirkan cara mengurangi gerak Komisi III DPR dalam memilih pimpinan KPK dengan membuat peringkat. Namun, peringkat itu tak diindahkan. Komisi III tetap memilih pimpinan KPK sesuai selera mereka. Kini, pansel membuat pembidangan untuk tiap-tiap calon. Apakah pengalaman lama akan kembali terulang?

Saat menjaring nama calon pimpinan KPK jilid III untuk diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pansel telah membuat peringkat untuk delapan calon yang diluluskan. Yang terbaik ada di nomor terkecil. Harapannya, peringkat itu diikuti Komisi III DPR sehingga yang terpilih adalah calon terbaik sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh pansel.

Advokat senior Bambang Widjojanto, ketika itu, berada di peringkat pertama. Diikuti mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein, mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK Handoyo Sudrajat, pegiat anti korupsi dari Makassar Abraham Samad, mantan Koordinator Staf Ahli Jaksa Agung Zulkarnain, mantan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Adnan Pandu Praja, dan pensiunan perwira tinggi kepolisian Aryanto Sutadi.

Namun, logika DPR tentu saja tak sejalan dengan pansel. Dari ranking keempat terbaik hasil seleksi, hanya Bambang yang dipilih DPR. Sementara peringkat kedua sampai keempat terbaik pilihan pansel sama sekali tak dilirik DPR. Bahkan, saat pemungutan suara untuk menentukan komisioner KPK terpilih, Abdullah hanya mendapat 2 suara, sedangkan Handoyo malah tak dipilih satu anggota Komisi III DPR pun.

Pimpinan KPK jilid III segera berakhir. Pemerintah telah menunjuk pansel untuk mencari delapan putra terbaik untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi.

Harapan membubung tinggi terhadap pansel. Terlebih anggota pansel terdiri dari berbagai unsur, ahli hukum, akademisi, praktisi manajemen, dan ahli teknologi informasi.

Sebagaimana kerja Pansel Capim KPK sebelumnya, mereka menjaring nama, menelusuri rekam jejak, hingga melakukan wawancara tahap akhir. Delapan nama akhirnya dipilih dan diserahkan secara resmi kepada Presiden Joko Widodo Selasa (1/9). Berbeda dengan Pansel Capim KPK sebelumnya, kali ini pansel tak membuat peringkat. Pansel mengategorikan kedelapan calon itu ke dalam empat bidang yang dianggap sebagai tugas pokok dan fungsi serta kebutuhan lembaga anti rasuah ini pada masa depan. Setiap bidang diisi dua nama calon.

Pansel berharap dengan pengategorian tersebut, DPR memilih calon komisioner yang sesuai dengan kebutuhan dan tugas pokok fungsi KPK pada masa depan. Namun, pansel lupa bahwa DPR mungkin memilih komisioner berdasarkan pertimbangan mereka sendiri.

Pertimbangan tak jelas

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, menilai, pansel terlalu naif jika menganggap DPR akan menuruti kemauan mereka. Menurut dia, pansel tak melihat bagaimana DPR selama ini memilih pimpinan KPK. Mereka lebih mengedepankan kepentingan politik atau ada tidaknya cantolan politik yang dimiliki para calon. Calon yang tak punya cantolan politik, peluangnya kecil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat sebelum Megawati Ambil Keputusan

Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat sebelum Megawati Ambil Keputusan

Nasional
BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindaklanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindaklanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

Nasional
PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

Nasional
Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Nasional
PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

Nasional
Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Nasional
Pertahanan Udara WWF Ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Pertahanan Udara WWF Ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Nasional
Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Nasional
Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com