Oleh: Palupi Panca Astuti
JAKARTA, KOMPAS - Pemilihan kepala daerah yang akan dilakukan secara serentak 9 Desember nanti akan menguji kemampuan daerah untuk menyerap esensi demokrasi. Sejauh ini, dengan berbagai kekurangannya, pilkada dinilai telah memberi harapan tumbuhnya iklim demokrasi yang sejuk di daerah.
Dalam waktu tiga bulan ke depan, 250-an pemerintahan daerah se-Indonesia akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung secara serentak.
Aspek keserentakan dalam hajatan demokrasi ini, akan memberi citra positif bahwa rakyat di negeri ini mampu menjalankan prosedur demokrasi tanpa masalah berarti.
Berkaca dari pilkada sebelumnya, salah satu impian yang mulai terwujud adalah munculnya beberapa kepala daerah yang mengubah cara kerja birokrasi yang lamban, memperbaiki fasilitas umum yang terbengkalai, dan menata kehidupan publik yang nyaman. Aspek-aspek itu merupakan bagian dari pelayanan publik yang bersentuhan langsung dengan kehidupan rakyat.
Enam dari 10 responden (63,4 persen) menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah daerah dalam layanan publik (pendidikan, kesehatan, perizinan). Responden yang berada di kota di Pulau Jawa dan luar Jawa sama-sama memberi penilaian positif terkait hal tersebut. Peringkat proporsi responden yang menyatakan puas terhadap pelayanan publik pemda (dari yang tertinggi) adalah Surabaya, Palembang, Denpasar, Banjarmasin, Yogyakarta, Semarang, dan DKI Jakarta. Proporsi kepuasan mencapai 78 persen hingga 62 persen.
Berbeda dengan capaian layanan publik yang dinilai membaik, aspek pembangunan ekonomi dinilai masih kurang memuaskan meski dengan jawaban bervariasi. Responden di Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Pontianak tampak cukup optimistis dengan pertumbuhan perekonomian daerah.
Adapun soal pemberantasan kemiskinan dan penegakan hukum dinilai belum memuaskan mayoritas publik di semua kota.
Demokratis
Sebagai sebuah kekuatan perubahan sosial, daya tarik pilkada juga tampak dari pandangan umum bahwa pilkada, terlepas dari berbagai kekurangan, sudah dilaksanakan dengan demokratis. Demokratis di sini diartikan bahwa proses pemilihan dilakukan secara bersih, adil, dan jujur. Ini setidaknya diungkapkan oleh 61,4 persen responden ketika diminta menilai pelaksanaan pilkada di daerah masing-masing, sedangkan 29,2 persen menyatakan sebaliknya.
Isu politik uang yang kerap muncul dalam setiap pilkada juga diakui tetap ada, tetapi tak dominan. Sekitar seperlima bagian publik mengatakan tahu adanya pembagian uang, bahan pokok, dan hadiah sebagai imbalan pemberian suara kepada pasangan tertentu. Proporsi publik yang menjawab demikian merata di 12 kota domisili responden meski proporsi daerah di luar Jawa sedikit lebih tinggi ketimbang di kota-kota di Jawa.