Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maarif Institute Akan Rancang Indeks Kota Islami

Kompas.com - 28/08/2015, 05:32 WIB
Dylan Aprialdo Rachman

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Maarif Institute akan merancang Indeks Kota Islami (IKI) terhadap 93 kota di Indonesia. Indeks ini merupakan upaya Maarif Institute dalam menyusun parameter untuk mengukur dan menyusun peringkat kinerja pemerintah kota dalam menjalankan pemerintahannya, yang berbasis nilai-nilai Islam.

Manajer Program Islam dan Media Maarif Institute, Khelmy K Pribady mengatakan, Indeks Kota Islami ini nantinya akan diukur melalui sejumlah variabel dan indikator berdasarkan nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits.

"Kita tidak hanya mengukur dari segi Perda Syariah, tidak hanya berapa banyak soal mesjid. Ada nilai-nilai kesetaraan, keterbukaan, akuntabilitas pelayanan publik dan nilai-nilai islami lainnya yang akan kita ukur," ujar Khelmi pada saat ditemui dalam acara Public Expose Indeks Kota Islami di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, (27/8/2015).

Lebih lanjut, Ketua Tim Riset Indeks Kota Islami Maarif Institute, Ahmad Imam Mujadid Rais mengatakan, perancangan Indeks Kota Islami ini disusun dengan mempertimbangkan enam prinsip tujuan syariah, yaitu menjaga harta benda, menjaga kehidupan, menjaga akal, menjaga agama, menjaga keturunan dan menjaga lingkungan.

Ahmad menyimpulkan, berdasarkan enam prinsip tersebut, Kota Islami adalah kota yang aman, sejahtera, dan bahagia. Ahmad menambahkan bahwa saat ini tim riset IKI masih melakukan tahap diskusi dengan masyarakat dari berbagai macam elemen agar hasil indeks nantinya sesuai dengan harapan.

"Saat ini kita masih lakukan public expose, jadi hasilnya belum ada. Kita masih akan mensolidkan variabel dan indikator indeksnya agar hasilnya valid," ujar Ahmad.

Kota Aman akan dinilai berdasarkan dua variabel penelitian yang terdiri dari kebebasan menjalankan agama dan keyakinan serta pemenuhan hak dasar negara. Kedua variabel tersebut akan diturunkan menjadi sejumlah indikator seperti toleransi, mendirikan tempat ibadah, pendidikan agama, tidak adanya kebencian, transparansi pemerintahan, partisipasi, kepemimpinan, akuntabilitas dan kontrol terhadap tingkat kejahatan.

Kota Sejahtera akan dinilai berdasarkan empat variabel penelitian yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kesehatan. Keempat variabel tersebut diturunkan menjadi beberapa indikator, seperti akses terhadap layanan kesehatan, rasio ketersediaan tenaga kesehatan, standar gaji berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR), akses dan ketersediaan fasilitas pendidikan, serta tersedianya sejumlah lapangan pekerjaan dan kemudahan untuk berusaha.

Kota Bahagia akan dinilai berdasarkan tiga variabel penelitian, yang terdiri dari kenyamanan, dimensi kolektif, dan kepedulian lingkungan. Ketiga variabel tersebut diturunkan menjadi beberapa indikator seperti regulasi, infrastruktur, perda perlindungan lingkungan, sistem pengelolaan sampah, tersedianya ruang terbuka hijau dan pengelolaan sumber daya alam yang baik.

“Ketika kota aman, tentu warga akan berekspresi, bekerja, bekarya sehingga akan menghasilkan kesejahteraan, setelah sejahtera warga akan meresapi nilai-nilai kebudayaan, kesenian, lingkungan sehingga akan memunculkan kebahagiaan,” ucap Ahmad.

Sementara itu, Prof Muhammad Ali juga menilai indeks kota islami nantinya bisa digunakan oleh masyarakat luas, karena indeks-indeks ini berdasarkan nilai-nilai islami yang bersifat universal.

“Indeks Kota islami ini memiliki kesamaan dengan nilai-nilai universal bisa dipakai untuk kota yang secara agama bukan mayoritas muslim, katakanlah misal Papua atau Bali. Mereka bisa menggunakan indeks ini karena nilai-nilainya universal,” ujar Ali.

Peneliti LIPI, Siti Zuhro mengapresiasi langkah Maarif Institute dalam penyusunan IKI. Namun, ia mengingatkan tim riset agar berhati-hati dalam penyusunan indeks tersebut. Tim riset harus menentukan indikator-indikator yang jelas dalam melakukan pengukuran.

Kemudian, Siti menambahkan tim riset perlu membawa indeks kota islami ini dalam kerangka berpikir sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia secara keseluruhan yang penuh dengan keberagaman. Hal ini untuk menghindari potensi ketimpangan yang muncul antar berbagai macam pihak.

“93 kota ini harus dijelaskan apakah provinsi, kabupaten atau kota, harus jelas. Harus ada argumentasi dan rasionalisasi mengapa 93 kota tersebut bisa menjadi representasi. Hal ini untuk menghindari kesewenang-wenangan,” ucap Siti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com