Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut: Masyarakat kalau Menghina Presiden Suka Kebangetan

Kompas.com - 05/08/2015, 15:55 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, mendukung langkah pemerintah menghidupkan kembali pasal mengenai larangan penghinaan terhadap presiden. Menurut Ruhut, pasal ini diperlukan untuk mencegah presiden sebagai kepala negara dipermalukan.

"Karena masyarakat kita kalau menghina presiden itu menghinanya suka kebangetan," kata Ruhut saat dihubungi, Rabu (5/8/2015).

Menurut Ruhut, kultur masyarakat Indonesia berbeda dengan di negara-negara lain yang lebih maju. Di banyak negara, kata dia, pasal mengenai larangan penghinaan presiden ini memang tidak diperlukan karena masyarakat sudah cerdas dalam menyampaikan kritik. Namun, di Indonesia, masih banyak masyarakat yang tidak bisa membedakan kritik dan penghinaan.

"Contohnya Pak SBY, wajahnya ditaruh di pantat kerbau, itu menghina, bukan mengkritik. Itu kebangetan kan," ujar koordinator juru bicara Partai Demokrat ini.

Ruhut menyadari, Indonesia kini sudah memasuki era demokrasi, yang masyarakatnya bebas menyampaikan pendapat. Namun, kata dia, proses hukum harus tetap ditegakkan apabila masyarakat menyampaikan kritiknya dengan cara yang tak pantas.

"Hakikat demokrasi di era reformasi memang mengkritik, tetapi tak harus menghina. Terlalu kebangetan," ucapnya.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menganggap pasal penghinaan presiden perlu ada dalam KUHP untuk memproteksi masyarakat yang bersikap kritis. Dengan demikian, masyarakat yang menyampaikan kritiknya tidak terjerat pada pasal-pasal "karet" yang berujung pidana. (Baca: Jokowi Anggap Pasal Penghinaan Presiden untuk Proteksi Rakyat yang Kritis)

Karena itu, pemerintah menambahkan kalimat yang dianggap bisa memberikan proteksi itu. (Baca: Jokowi: Saya Diejek, Dicemooh, Dicaci Sudah Makanan Sehari-hari)

Pasal mengenai penghinaan presiden ini terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), yaitu dalam Pasal 263 dan Pasal 264. 

Dalam draf RUU KUHP yang diterima Kompas.com, Pasal 263 ayat (1) itu berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."

Sementara itu, dalam Pasal 263 ayat (2),"Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri."

Aturan lebih detail tercantum dalam Pasal 264. Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com