Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Tunggal Ancam Demokrasi, Pemerintah Diminta Serius Terbitkan Perppu

Kompas.com - 03/08/2015, 05:44 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar tahun ini diperkirakan diikuti oleh pasangan calon tunggal di 12 daerah. Pasangan calon tunggal itu dinilai menjadi ancaman demokrasi di tingkat lokal, pemerintah dituntut untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengantisipasi hal itu.

"Perlu kiranya pemerintah mempertinbangkan untuk menerbitkan Perpu sebagai bagian dari kemungkinan terinterupsinya pelaksanaan pemilukada serentak," kata Muradi, pengajar Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Padjadjaran, kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2015).

Muradi menilai, situasi tersebut tidak bisa dibiarkan karena akan berimplikasi bagi kemungkinan tersandera demokrasi di tingkat lokal pada pilkada serentak tahun ini. Sejumlah opsi yang dikeluarkan oleh menteri dalam negeri berkaitan dengan kemungkinan macetnya proses kompetisi politik di tingkat lokal juga belum memberikan kepastian terbebasnya pelaksanaan demokrasi tingkat lokal dari ancaman sabotase politik.

Lebih jauh, Muradi khawatir ketiadaan sanksi pada partai politik yang tidak mencalonkan kader terbaiknya atau kumpulan partai politik yang mengusung calon yang dijagokannnya menjadikan peluang untuk terpenuhinya minimal dua pasang calon makin sulit diwujudkan. "Apalagi ada penegasan di UU Pilkada maupun PKPU apabila ada daerah yang tidak memenuhi minimal 2 pasang calon akan ditunda hingga pelaksanaan pilkada serentak menjadi tahun 2017 membuat parpol atau gabungan partai politik enggan memaksakan diri manakala secara peta politik, sulit untuk memenangkan atau setidaknya kompetitif."

Terkait perppu, Muradi menekankan ada tiga hal yang setidaknya termuat di dalamnya, yakni: pertama, mempertimbangkan kemungkinan daerah yang memiliki hanya satu pasang calon untuk menegaskan apabila hingga waktu yang telah ditentukan hanya ada satu pasang calon, maka pasangan calon tersebut dapat ditetapkan sebagai pemenang pemilukada serentak di daerahnya bersamaan dengan penetapan pemenang pada pemilukada serentak pada desember mendatang;

Kedua, perppu tersebut dibahas kemungkinan pemberian sanksi bagi partai politik yang tidak menggunakan hak politiknya untuk mengajukan pasangan calon dalam pemilukada serentak. Sanksi tersebut mulai denda uang hingga pencabutan keikutsertaan partai politik tersebut di daerahnya secara terbatas. Hal ini penting untuk digarisbawahi agar partai politik tidak abai dalam menjalankan kewajibannya melakukan rekruitmen politik untuk penguatan kepemimpinan hasil demokrasi yang dihasilkan.

"Ketiga, terkait dengan kemungkinan munculnya pasangan boneka untuk melegitimasi adanya dua pasang calon, maka dalam perpu tersebut juga dimungkinkan dibahas tentang sanksi kemungkinan adanya manuver hitam dari pasangan calon dan partai politik yang melakukan rekayasa calon boneka tersebut. Sanksi tersebut terberat adalah mencabut keikutsertaan dalam pemilukada di daerah bersangkutan," tutup Muradi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com