Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Jokowi Beri Grasi untuk Antasari

Kompas.com - 13/07/2015, 20:58 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo tengah mempertimbangkan untuk memberikan grasi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar. Alasan pemberian grasi karena kondisi kesehatan Antasari. Akan tetapi, keinginan Jokowi memberikan grasi bagi Antasari terganjal peraturan.

Pada sore ini, Jokowi mengumpulkan sejumlah penegak hukum untuk secara khusus membahas soal grasi bagi Antasari. Para petinggi lembaga yang dipanggil Jokowi adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Menurut Yasonna, Presiden menanyakan pandangan mereka tentang hal yang bisa dilakukan untuk memberikan grasi kepada Antasari. Ia menjelaskan, Presiden mempertimbangkan kondisi kesehatan Antasari yang memburuk.

"Beliau melihat bahwa hukuman sangat tinggi dan beliau sakit-sakitan di RS Omni. Ya, kami memberikan pertimbangan kepada Presiden," ujar Yasonna seusai pertemuan di Istana Kepresidenan, Senin (13/7/2015).

Yasonna mengatakan, Antasari awalnya tidak mau mengajukan grasi karena tak merasa bersalah. Akan tetapi, setelah resmi mengajukan grasi kepada Jokowi, persoalan lain muncul, yakni terkait dengan syarat pengajuan grasi. Menurut Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi, permohonan grasi diajukan paling lama satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

"MA (Mahkamah Agung) memberikan pertimbangan bahwa ini tidak memenuhi syarat. Persoalannya sekarang adalah keputusan kepala negara, jangan sampai melanggar UU. Kami sudah memberikan masukan-masukan, nanti Presiden yang akan memutuskan seperti apa," katanya.

Upaya pembelaan Antasari kandas setelah Majelis hakim MA yang dipimpin Ketua MA Arifin Tumpa memutuskan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan Antasari pada Februari 2012 lalu. Dalam memori PK, Antasari sempat mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses penyidikan, penuntutan, dan keputusan hakim.

Antasari, yang divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen dan dihukum 18 tahun penjara, sempat mengajukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Setelah upaya yang diajukannya kandas, Antasari akhirnya menempuh upaya hukum luar biasa melalui pengajuan grasi kepada Presiden Jokowi pada tahun 2015 ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com