Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Telah Kehilangan Semangat Progresifnya...

Kompas.com - 11/07/2015, 14:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota Pansus RUU Pilkada, Miryam S Haryani, mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan kerabat petahana maju dalam pemilihan kepala daerah serentak. Miryam menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) telah kehilangan semangat progresifnya dalam membuat putusan.

"Kali ini tampaknya MK terlalu takut mengambil keputusan di luar frame hukum yang sudah menjadi kebiasaan," kata Miryam dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/7/2015).

Padahal, kata dia, pimpinan MK sebelumnya sudah sering mencontohkan hal tersebut, tetapi tidak dijadikan pertimbangan dan pelajaran. Putusan ini, kata dia, menjadi catatan tersendiri, khususnya dalam hal membangun demokrasi yang sehat dan berkemajuan.

"Kami di DPR dan di Pansus Pilkada waktu itu menyusun pasal ini dengan pertimbangan yang sangat mendalam dan menyeluruh. Bahkan, kami harus siap diteror oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan pasal ini dihapuskan," ucap politisi Partai Hanura ini.

Anggota Komisi V DPR ini menambahkan, selama ini, pilkada cenderung hanya menjadi ruang segelintir orang yang punya akses kuat dalam dunia politik, termasuk petahana dalam rangka melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya. Hal inilah yang lama-kelamaan akan berpotensi membentuk dinasti politik.

"Padahal jika kami mau egois, maka partai politik tidak akan mau mengambil risiko ini. Namun demi kepentingan bangsa yang lebih besar, akhirnya kami bersepakat untuk membatasi adanya dinasti," ujar dia.

Sudah tentu, lanjut dia, pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini adalah rakyat Indonesia. Sebab, mereka akan kembali kehilangan kesempatan dalam memunculkan alternatif pemimpin pilihan yang ideal dan sesuai harapan.

"Mimpi kami untuk membangun demokrasi yang lebih substansial dan berkualitas ini akhirnya harus dikubur dengan adanya putusan MK ini," ucapnya.

MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana itu telah melanggar konstitusi dan mengandung muatan diskriminasi.

Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang. Dalam hal ini, pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana. Adapun permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Hukum: Tak Mungkin Jaksa Agung Limpahkan Wewenang ke Jaksa KPK

Ahli Hukum: Tak Mungkin Jaksa Agung Limpahkan Wewenang ke Jaksa KPK

Nasional
Istri Ungkap SYL Suka Marah jika Ia Masih Beli Tas

Istri Ungkap SYL Suka Marah jika Ia Masih Beli Tas

Nasional
Brimob Keliling Kejagung Disebut Rangkaian dari Penguntitan Jampidsus

Brimob Keliling Kejagung Disebut Rangkaian dari Penguntitan Jampidsus

Nasional
KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi di PT PGN

KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi di PT PGN

Nasional
KPK Panggil Pengacara Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

KPK Panggil Pengacara Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Nasional
Kejagung Serahkan Anggota Densus 88 Penguntit Jampidsus ke Propam Polri

Kejagung Serahkan Anggota Densus 88 Penguntit Jampidsus ke Propam Polri

Nasional
Surya Paloh Disebut Tetap Meminta Organisasi Sayap Nasdem Lanjutkan Kegiatan yang Didanai Kementan

Surya Paloh Disebut Tetap Meminta Organisasi Sayap Nasdem Lanjutkan Kegiatan yang Didanai Kementan

Nasional
Menpan-RB Apresiasi Perbaikan Pelayanan Proses Bisnis Visa dan Itas Kemenkumham

Menpan-RB Apresiasi Perbaikan Pelayanan Proses Bisnis Visa dan Itas Kemenkumham

Nasional
Beda Keterangan SYL dan Istrinya soal Durian

Beda Keterangan SYL dan Istrinya soal Durian

Nasional
Kejagung: Jampidsus Dikuntit Anggota Densus 88 Fakta, Bukan Isu

Kejagung: Jampidsus Dikuntit Anggota Densus 88 Fakta, Bukan Isu

Nasional
Cuaca Arab Saudi Tembus 43 Derajat Celsius, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Gunakan Masker

Cuaca Arab Saudi Tembus 43 Derajat Celsius, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Gunakan Masker

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Saksi Golkar dari Ambon Hilang Kontak Jelang Terbang ke Jakarta

Sidang Sengketa Pileg, Saksi Golkar dari Ambon Hilang Kontak Jelang Terbang ke Jakarta

Nasional
Benarkan Isu Penguntitan, Jampidsus: Sudah Jadi Urusan Kelembagaan

Benarkan Isu Penguntitan, Jampidsus: Sudah Jadi Urusan Kelembagaan

Nasional
Bertambah, Kerugian Keuangan Negara Kasus Korupsi Timah Jadi Rp 300 Triliun

Bertambah, Kerugian Keuangan Negara Kasus Korupsi Timah Jadi Rp 300 Triliun

Nasional
Dukung Optimalisasi Bisnis Lewat Energi Terbarukan, Pertamina Hulu Rokan Bangun PLTS Terbesar di Indonesia

Dukung Optimalisasi Bisnis Lewat Energi Terbarukan, Pertamina Hulu Rokan Bangun PLTS Terbesar di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com