"Kali ini tampaknya MK terlalu takut mengambil keputusan di luar frame hukum yang sudah menjadi kebiasaan," kata Miryam dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/7/2015).
Padahal, kata dia, pimpinan MK sebelumnya sudah sering mencontohkan hal tersebut, tetapi tidak dijadikan pertimbangan dan pelajaran. Putusan ini, kata dia, menjadi catatan tersendiri, khususnya dalam hal membangun demokrasi yang sehat dan berkemajuan.
"Kami di DPR dan di Pansus Pilkada waktu itu menyusun pasal ini dengan pertimbangan yang sangat mendalam dan menyeluruh. Bahkan, kami harus siap diteror oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan pasal ini dihapuskan," ucap politisi Partai Hanura ini.
Anggota Komisi V DPR ini menambahkan, selama ini, pilkada cenderung hanya menjadi ruang segelintir orang yang punya akses kuat dalam dunia politik, termasuk petahana dalam rangka melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya. Hal inilah yang lama-kelamaan akan berpotensi membentuk dinasti politik.
"Padahal jika kami mau egois, maka partai politik tidak akan mau mengambil risiko ini. Namun demi kepentingan bangsa yang lebih besar, akhirnya kami bersepakat untuk membatasi adanya dinasti," ujar dia.
Sudah tentu, lanjut dia, pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini adalah rakyat Indonesia. Sebab, mereka akan kembali kehilangan kesempatan dalam memunculkan alternatif pemimpin pilihan yang ideal dan sesuai harapan.
"Mimpi kami untuk membangun demokrasi yang lebih substansial dan berkualitas ini akhirnya harus dikubur dengan adanya putusan MK ini," ucapnya.
MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana itu telah melanggar konstitusi dan mengandung muatan diskriminasi.
Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang. Dalam hal ini, pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana. Adapun permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.