Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU: Ubah Dulu UU kalau Mau Tunda Pilkada Serentak

Kompas.com - 21/06/2015, 10:53 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sigit Pamungkas menilai, terlalu berlebihan apabila pemilihan kepala daerah serentak harus ditunda karena hasil audit Badan Pemerika Keuangan.

Sigit menegaskan, audit BPK terhadap anggaran pemilu KPU tahun 2013 dan 2014, yang terindikasi merugikan negara Rp 334 miliar, tak akan mempengaruhi tahapan pilkada serentak yang sudah berjalan.

"Kalau mau ditunda itu, harus mengubah undang-undang," kata Sigit kepada Kompas.com, Sabtu (20/6/2015).

Taufik menjelaskan, amanat untuk pelaksanaan pilkada ada di Undang-undang Nomor 8 tahun 2015. Di sana disebutkan, kepala daerah yang berakhir jabatannya di 2015 dan semester pertama 2016, maka akan dilaksanakan pilka Desember 2015.

Apalagi, lanjut Sigit, KPU saat ini sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. "Sepanjang persiapannya dilihat tidak sempurna untuk dilaksanakan, bisa kita tunda. Tapi ini sudah siap semuanya," ujar Sigit.

Penggantian komisioner, kata Sigit, juga baru bisa dilakukan setelah jabatan habis. Komisioner baru bisa diberhentikan dan diganti apabila melakukan pelanggaran tata tertib dan dinyatakan bersalah oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Kalau tidak harus menunggu 5 tahun jabatan habis dulu, sesuai mandat UU," ucap Sigit.

Sigit pun menegaskan, saat ini KPU sudah menindaklanjuti hasil audit BPK. Setidaknya, 70 persen temuan tersebut sudah berhasil ditindaklanjuti.

"Karena kita tidak ingin KPU tidak terbebani dengan temuan itu. Apa yang jadi rekomendasi BPK bisa dituntaskan. KPU terus bekerja keras," ucapnya.

Pada Kamis (18/6/2015), Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, besarnya indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan BPK pada anggaran pemilu di KPU tahun 2013 dan 2014 berdampak besar terhadap penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak.

Menurut Taufik, dengan adanya laporan BPK ini, integritas KPU sebagai penyelenggara pilkada dipertanyakan. (Baca: BPK Temukan Indikasi Kerugian Negara Rp 334 Miliar di KPU).

"Tergantung audit. Bisa KPU diganti atau pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2015 ditunda," kata Taufik di Kompleks Parlemen, Kamis (18/6/2015).

BPK menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 334 miliar di dalam hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pelaksanaan anggaran pemilu pada Komisi Pemilihan Umum tahun 2013 dan 2014. (Baca: DPR: Pilih KPU Diganti atau Pilkada Serentak Ditunda).

"Dari pemeriksaan, ditemukan ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan dengan jumlah cukup 'materiil' untuk menggantikan istilah signifikan," ucap Taufik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Febri Diansyah Pastikan Hadir Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Febri Diansyah Pastikan Hadir Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Nasional
Anies dan PDI-P, Dulu Berseberangan Kini Saling Lempar Sinyal Jelang Pilkada

Anies dan PDI-P, Dulu Berseberangan Kini Saling Lempar Sinyal Jelang Pilkada

Nasional
Febri Diansyah dan GM Radio Prambors Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Febri Diansyah dan GM Radio Prambors Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Nasional
[POPULER NASIONAL] 'Gula-gula' Politik Anak Muda Usai Putusan MA | PDI-P Bantah Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

[POPULER NASIONAL] "Gula-gula" Politik Anak Muda Usai Putusan MA | PDI-P Bantah Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Nasional
Sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Temanya 2024

Sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Temanya 2024

Nasional
Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com