Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Belum Ada Kemajuan Kebebasan Beragama dalam 7 Bulan Pemerintahan Jokowi"

Kompas.com - 08/06/2015, 15:56 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, naskah Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang disampaikan Kementerian Agama menuai kontroversi serius. RUU itu dianggapnya justru mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Naskah RUU tersebut merawat watak intervensionis negara atas hak untuk bebas beragama dan berkeyakinan," kata Bonar dalam jumpa pers di Kantor Setara Institute, Bendungan Hilir, Jakarta, Senin (8/6/2015), seperti dikutip Antara.

Selain itu, Bonar menilai, naskah RUU tersebut juga nyata-nyata lebih berpihak kepada kelompok mayoritas sehingga tidak ada jaminan perlindungan terhadap umat beragama.

"Yang dikedepankan dalam naskah RUU tersebut adalah pendekatan stabilitas dan keamanan dengan berpihak kepada kelompok mayoritas. Kelompok minoritas berpotensi ditekan untuk menjaga stabilitas dan keamanan," tuturnya.

Menurut Bonar, naskah RUU itu tidak berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Bahkan, dia menduga, Kementerian Agama hanya menyalin peraturan yang sudah ada sebelumnya.

Karena itu, Setara Institute mendesak Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk mengambil inisiatif menyusun desain kebijakan penghapusan diskriminasi agama dan kepercayaan secara lebih komprehensif.

Tak ada kemajuan

Bonar mengatakan, belum ada kemajuan berarti di bidang kebebasan beragama selama tujuh bulan masa jabatan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Selama tujuh bulan kepemimpinan Jokowi-JK, sudah tercatat 116 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan 136 tindakan," katanya.

Karena itu, Bonar mendesak Presiden Jokowi dapat memberikan dukungan kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk melaksanakan kebijakan yang menghapus diskriminasi.

"Publik pernah dijanjikan harapan baru oleh Jokowi-JK. Hingga tujuh bulan memimpin, belum ada terobosan progresif apa pun yang dapat menjawab harapan itu. Kami khawatir, hal itu meningkatkan ketidakpercayaan publik kepada pemerintahan," tuturnya.

Menurut Bonar, ketidakpercayaan publik mudah menguat seiring dengan kebijakan-kebijakan lain, seperti politik pemberantasan korupsi yang dinilai tidak jelas, peningkatan kesejahteraan rakyat yang berjalan lamban, dan upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia masa lalu yang mengarah pada impunitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com