Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Mantan Bos BBJ Didakwa Suap Mantan Kepala Bappebti Rp 7 Miliar

Kompas.com - 03/06/2015, 13:34 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa dua mantan bos di PT Bursa Berjangka Jakarta atas perkara suap kepada mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya.

Mantan Direktur Utama PT BBJ Sherman Rana Khrisna dan mantan Direktur BBJ Mochammad Bihar Sakti Wibowo didakwa menyuap Syahrul sebesar Rp 7 miliar untuk memberi izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.

"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, memberi, atau menjanjikan sesuatu kepada Syahrul Raja Sampurnajaya selaku penyelenggara yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar jaksa Haerudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (3/6/2015).

Berdasarkan surat dakwaan, PT BBJ berencana membentuk Lembaga Kliring Berjangka dengan mendirikan PT Indokliring Internasional di mana Sherman menjadi Komisaris Utama perusahaan tersebut.

Kemudian, PT BBJ mengajukan izin usaha tersebut kepada Syahrul selaku Kepala Bappebti saat itu. Syahrul mengajukan syarat pemberian izin akan dilakukan jika PT BBJ memberikan saham kepada dia sebesar 10 persen dari modal awal Lembaga Kliring berjangka yang akan didirikan.

Besaran modal awal tersebut sejumlah Rp 100 miliar sehingga sebanyak Rp 10 miliar akan diberikan kepada Syahrul.

"Lalu dijawab oleh Bihar Sakti Wibowo bahwa nantin akan dibicarakan dulu dengan direksi yang lain," kata Jaksa Haerudin.

Kemudian, sekitar akhir Juni 2012, Bihar menyampaikan permintaan saham dari Syahrul sebesar Rp 10 miliar itu kepada Sherman dan para komisaris PT BBJ lainnya. Bihar juga menyampaikan permintaan tersebut dalam rapat antara Dewan Komisaris dengan Direksi PT BBJ.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Direktur Keuangan PT BBJ Roy Sembel, Komisaris PT BBJ Kristanto Nugroho, Direktur Utama PT BBJ Made Sukarwo, Kepala Divisi Keuangan PT BBJ Stephanus Paulus Lumintang, dan Coorporate Secretary PT BBJ Aulia Shina Primayog.

"Pada saat itu, Roy Sembel mengusulkan agar diberikan dalam bentuk uang tunai, tidak dalam bentuk saham dengan pertimbangan lebih simpel dan tidak mudah ditelusuri sumbernya," tutur jaksa.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT BBJ, Komisaris PT BBJ Hendra Gondawidjaja menyatakan bahwa untuk memperoleh perizinan dari Bappebti, maka diperlukan lobi yang baik. Kemudian, ditunjuk lah Komisaris Utama PT BBJ Hassan Widjaja, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, untuk melakukan lobi.

"Kita semua mengertilah adanya kebutuhan dana untuk mendapatkan suatu perjanjian memang perlu perlobian dan dari jajaran kita yang ada di sini, yang saya anggap paling bisa membus dan ngomong ke sana (Bappebti) adalah saudara Hassan Widjaja," kata Jaksa menirukan ucapan Hendra dalam rapat tersebut.

Setelah terbentuknya PT Indokliring Internasional, pada 27 Juli 2012 Sherman menghubungi Hassan agar menemui Syahrul dan melakukan negosiasi permintaan saham sebesar 10 persen dari modal awal.

Hassan berhasil melobi Syahrul dan sepakat memberikan Rp 7 miliar kepada Syahrul. Kemudian, pada 2 Agustus 2012, Bihar memasukkan uang sebesar Rp 7 miliar dalam bentuk pecahan Rp 1 miliar dan 600.000 dollar Amerika ke dalam tas abu-abu strip biru bertuliskan JFX.

Bihar bersama petugas keamanan PT BBJ bernama Noce Putirulan lalu bertemu dengan Syahrul di sebuah kafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Atas perbuatannya, Sherman dan Bihar diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com