Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Sebut Gugatan Praperadilan Novel Tak Jelas dan Langgar Hukum Acara

Kompas.com - 01/06/2015, 13:57 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Polri menilai gugatan praperadilan yang diajukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, telah melanggar hukum acara dan kabur. Polri meminta agar hakim tunggal yang menangani perkara ini, Suhairi, menolak permohonan Novel.

"Menerima dan mengabulkan eksepsi termohon untuk seluruhnya. Menyatakan permohonan praperadilan dari pemohon tidak dapat diterima," kata kuasa hukum Polri, Ricky HP Sitohang, saat membacakan jawaban atas gugatan praperadilan yang diajukan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (1/6/2015).

Dalam eksepsinya, Ricky menyatakan, Polri menerima panggilan persidangan kedua pada 26 Mei 2015 dari PN Jaksel untuk hadir pada sidang 29 Mei 2015. Dalam panggilan tersebut, PN Jaksel juga melampirkan surat permohonan praperadilan yang diajukan Novel. Namun, surat itu rupanya tidak diberi tanggal dan stempel kepaniteraan PN Jaksel.

"Bahwa di dalam surat permohonan tersebut, sama sekali tidak disebutkan dan tidak dijelaskan bahwa surat permohonan praperadilan yang disampaikan lebih akhir tersebut adalah perubahan atau perbaikan," ujarnya.

Gugatan praperadilan Novel didaftarkan ke PN Jaksel pada 4 Mei 2015 dengan register perkara Nomor 37/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Namun, pada 25 Mei 2015 saat sidang perdana atas perkara ini digelar, tim kuasa hukum Novel mengajukan perbaikan kepada hakim dengan menambahkan sejumlah materi. Saat itu, Polri tak hadir tanpa keterangan.

Menurut Ricky, adanya penambahan materi di dalam permohonan praperadilan dapat digolongkan sebagai surat permohonan praperadilan baru. Oleh sebab itu, surat permohonan yang sebelumnya diajukan pada 4 Mei 2015 harus dicabut terlebih dahulu dan didaftarkan kembali dengan permohonan baru.

"Bahwa pada tanggal 29 Mei 2015, ternyata Pemohon telah membacakan surat permohonan praperadilan yang tidak bertanggal, sehingga akibatnya permohonan ini melanggar hukum acara. Oleh karena itu permohonan yang diajukan pemohon sudah seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima," ujarnya.

Tidak jelas

Tim kuasa hukum Polri selaku termohon menilai bahwa tuntutan yang diajukan Novel tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Setidaknya, ada tiga poin yang menjadi perhatian Polri atas tuntutan Novel. Pertama, Novel meminta agar Polri melakukan audit kerja penyidik yang menangani kasusnya. Kedua, Novel meminta agar Polri meminta maaf kepada dirinya dan keluarganya melalui pemasangan baliho besar di Mabes Polri selama seminggu. Ketiga, Novel meminta ganti rugi sebesar Rp 1.

"Dalam uraian posita dari halaman 1-11 permohonan praperadilan, pemohon sama sekali tidak menyampaikan uraian tentang latar belakang, alasan, maupun dasar-dasar hukum yang menjadi landasan pengajuan tuntutan," ujar Ricky.

Ia berpendapat bahwa majelis hakim seharusnya menolak permohonan yang diajukan Novel. Hal itu karena landasan pengajuan tuntutan yang diajukan Novel tidak berdasar. "Permohonan praperadilan yang diajukan pemohon adalah kabur dan tidak jelas, sehingga seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com