"Pilkada serentak lebih mengkhawatirkan. Karena keserentakannya itu justru tesis yang mengatakan pilkada serentak akan mereduksi konflik malah sebaliknya," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla, dalam diskusi bersama SmartFM, di Jakarta Pusat, Sabtu (30/5/2015).
Adi menuturkan, dalam pengamatannya, kultur politik di banyak daerah di Indonesia masih sangat minim. Ia menyebut masih banyak politisi yang tidak siap menerima kekalahan dalam pemilu. Buntutnya, kata Adi, para calon kepala daerah yang kalah ia yakini akan melakukan cara apapun untuk memenangkan pilkada.
"Saya yakin masih akan terjadi pengerahan massa jika kalah. Dua putaran saja konflik, apalagi kalau satu putaran," ujarnya.
Karena alasan itu, Adi menyarankan penyelenggara pemilu untuk memetakan daerah yang rawan konflik saat pilkada nanti. "Perlu pemetaan potensi terjadinya konflik di kantong-kantong konflik," ucapnya.
Pilkada serentak digelar pada 9 Desember 2015 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Pilkada selanjutnya digelar pada Februari 2017 di 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Pada Juni 2018, akan digelar pilkada di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Secara nasional, pilkada serentak akan digelar pada tahun 2027, di 541 daerah.
Pelantikan gubernur terpilih akan dilakukan oleh Presiden, secara bersamaan di Istana Negara. Untuk bupati dan walikota pelantikannya akan tetap dilaksanakan dalam sidang paripurna DPRD kabupaten/kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.