JAKARTA, KOMPAS.com - Polri mengungkap praktik perbudakan anak buah kapal (ABK) di PT Pusaka Benjina Resources (PBR) dengan menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Bentuk perbudakan itu adalah menyekap dan menganiaya ratusan ABK.
Kepala Unit Perdagangan Manusia Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri AKBP Arie Dharmanto menyebutkan alasan mengapa oknum perusahaan tersebut menyekap dan menganiaya ratusan ABK yang seluruhnya merupakan warga negara Myanmar.
"Alasan pertama adalah karena ABK ini minta gaji. Mereka malah disekap dan dipukuli," ujar Arie di kompleks Mabes Polri, Rabu (13/5/2015) sore.
Arie menyebutkan, perusahaan tak menggaji para ABK secara layak. Bahkan, perusahaan kerapkali menunda gaji ABK hingga beberapa waktu lamanya. Tapi ketika para ABK menagih haknya, pihak perusahaan selalu mengajukan bermacam dalih, hingga menekan balik para ABK.
Alasan kedua, banyak ABK yang mengajukan berhenti dari perusahaan tersebut dan berniat untuk pulang ke negaranya di Myanmar. Tapi keinginan itu malah dianggap perusahaan sebagai pengganggu stabilitas kerja. Oleh sebab itu mereka disekap di tempat khusus kemudian dianiaya.
"Alasan ketiganya, mereka bekerja overtime, lalu protes. Oknum perusahaannya kemudian bertindak kekerasan ke korban," ujar Arie.
Terakhir, jika ada sesama ABK yang berkelahi, oknum di perusahaan tersebut menghukum dengan cara menyekap dan menganiaya ABK yang terlibat.
Penyidik, lanjut Arie, tengah menelusuri apa tindak perbudakan tersebut adalah bagian dari kebijakan perusahaan atau tidak. Jika dugaan itu terbukti, penyidik akan menjerat pimpinan perusahaan dengan pasal kejahatan korporasi dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kini, para ABK telah dideportasi ke negaranya masing-masing. Arie memastikan telah cukup mengumpulkan keterangan dari mereka sebagai saksi perkara ini.
Sebelumnya, penyidik Unit Perdagangan Manusia Direktorat Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan tujuh orang sebagai tersangka atas kasus perbudakan di PT PBR. Lima WN Thailand dan WN Indonesia Mukhlis diduga melakukan tindak pidana Perdagangan Orang sesuai Pasal 2 dan atau 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Ada pun, Hermanwir dikenakan pasal yang sama ditambah Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Penetapan tujuh orang sebagai tersangka itu berdasarkan pemeriksaan terhadap 50 dari 357 orang korban warga negara Myanmar yang disekap selama satu hingga enam bulan lamanya.
Selain itu, penetapan tersangka juga didasarkan pada pemeriksaan sebanyak 16 saksi dari sekuriti, imigrasi, syahbandar dan staf perusahaan. Dari serangkaian pemeriksaan, diketahui ABK WN Myanmar sebagai korban direkrut di Thailand.
Nahkoda dan pegawai PT PBT lalu memalsukan dokumen Seaman Book (buku pelaut) kemudian dibawa ke area Indonesia. Di tempat bekerja, korban dipekerjakan dengan waktu kerja yang berlebihan dan gaji yang tidak jelas. Bagi ABK yang malas bekerja, ketinggalan kapal dan lari dari kapal disekap atau dimasukan ke ruang tahanan yang ada di dalam area perusahaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.