Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Nilai Revisi UU Pilkada dan UU Parpol Penuh Nuansa Politik

Kompas.com - 05/05/2015, 21:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Pengamat politik dari berbagai lembaga menilai wacana DPR untuk merevisi Undang-Undang Partai Politik dan UU Pilkada akan jadi contoh yang berbahaya bagi Alat Kelengkapan Dewan lainnya untuk mengakomodir kepentingan pribadi dalam aturan yang sah.

"Wacana revisi tersebut tidak lepas dari usaha DPR untuk meloloskan kepentingan politik ke dalam undang-undang. Itu adalah preseden buruk yang dapat ditiru komisi dan alat kelengkapan dewan di DPR untuk melakukan hal serupa dalam mengakomodir kepentingannya dalam aturan sah," kata Direktur Indonesia Parliament Centre (IPC) Sulastio, setelah diskusi Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada, di Jakarta, Selasa (5/5/2015).

Sulastio menjelaskan wacana tersebut muncul lantaran DPR tidak puas dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang menyatakan akan mengacu pada SK Menkumham dalam menetapkan siapa yang bisa menjadi peserta Pilkada.

Ia mengingatkan bahwa revisi UU Parpol dan UU Pilkada tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sehingga kalau dipaksakan akan menjadi preseden.

Dia mengungkapkan dari 37 Prolegnas prioritas untuk tahun ini, Komisi II baru menyelesaikan dua yaitu UU Pilkada dan Pemda.

"Ini jadi masalah kepatutan juga. Ada UU yang belum dibahas, ini malah mau ada revisi undang-undang baru. Padahal harus ada alasan kuat kalau ada undang-undang yang mau dibahas di luar Prolegnas," katanya.

Sementara itu, peneliti dari Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyebut bahwa wacana revisi tersebut sebagai upaya penyelundupan pasal demi kepentingan politik tertentu.

Komisi II DPR merekomendasikan kepada KPU, apabila hingga pendaftaran peserta pilkada pada 26-28 Juli berakhir dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka partai yang sedang bersengketa dapat menggunakan putusan pengadilan terakhir pada saat itu.

Putusan yang berkekuatan hukum tetap baru akan digunakan pada pilkada periode selanjutnya. Namun, dalam draf peraturan KPU yang telah disetujui, KPU tidak mengakomodir usulan Komisi II DPR tersebut karena mereka berpedoman bahwa partai bersengketa dan ingin mengikuti pilkada harus memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Karena tidak diakomodirnya rekomendasi DPR itu, maka muncul wacana merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com