"Proses peradilan tetap berjalan tanpa harus menghambat pelaksanaan SK tersebut sebagaimana bunyi Pasal 67 ayat (1) UU PTUN," kata Agun dalam keterangannya, Senin (4/5/2015) malam.
Menurut Agun, disetujuinya draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa secara tidak langsung telah melanggar UU Parpol dan UU Pilkada. Jika sampai batas waktu yang ditentukan untuk pendaftaran calon kepala dan wakil kepala daerah belum ada putusan final terkait dualisme di tubuh Golkar, maka partai tersebut terancam tak dapat mengikuti pilkada serentak.
"Oleh sebab itu, pasca diundangkannya PKPU tersebut oleh Kemenkumham, lebih baik segera saja diajukan judicial review me Mahkamah Agung untuk mengembalikan aturan PKPU tersebut yang sesuai dengan UU Parpol dan UU Pilkada," kata Agun.
Pada rapat pleno, Kamis (30/4/2015) lalu, KPU telah menyetujui draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, Jumat (1/5/2015), mengatakan, rapat itu memutuskan bahwa kepengurusan partai yang memenuhi syarat mengajukan calon pada pilkada adalah kepengurusan partai yang terdaftar di Kemenkumham.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, dalam hal terjadi proses sengketa terhadap keputusan Menkumham yang telah meregistrasi dan memutuskan satu kepengurusan parpol, KPU hanya akan berpedoman pada keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Selain itu, apabila proses peradilan masih berjalan dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka parpol diberi kesempatan untuk melakukan kesepakatan perdamaian atau islah.
Hasil islah atau berdamai tetap harus didaftarkan di Kemenkumham sebelum tahapan pendaftaran calon kepala dan wakil kepala daerah pada 26-28 Juli 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.