Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Mudah Mengefisienkan Biaya Pilkada

Kompas.com - 04/05/2015, 20:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengungkapkan, pemerintah ingin mengefisienkan biaya pilkada. Namun, hal itu tidak mudah dilaksanakan karena biaya kampanye calon ditanggung APBD sehingga membebani keuangan daerah.

Pada pilkada serentak tahun 2015 ini, tingginya biaya pilkada dialokasikan untuk kampanye para calon kepala daerah.

"Data kami mencatat biaya pilkada yang lalu sekitar Rp 5 triliun, tapi sekarang menjadi Rp 6,745 triliun. Komponen terbesar adalah anggaran terkait kampanye, yang terdiri dari empat item," kata Donny, setelah Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak 2015, di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Senin (4/5/2015).

Biaya tersebut meliputi debat publik terbuka antara calon kepala daerah yang dilakukan maksimal sebanyak tiga kali serta bahan kampanye (selebaran, pamflet, poster, spanduk, umbul-umbul dan alat peraga para calon kepala daerah) yang dibiayai negara.

Selain itu, ada pula biaya iklan komersial para calon kepala daerah di media massa baik elektronik, cetak mau pun lembaga penyiaran lainnya yang juga ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Ongkos pembiayaan ini sangat besar, iklannya hingga beberapa kali. Ini yang menyebabkan banyak KPUD minta tambahan anggaran kepada pemerintah daerah. Padahal meskipun daerah wajib membiayai, tapi kan kemampuan fiskalnya terbatas," ujarnya.  

Donny mengatakan jumlah biaya sebesar Rp 6,745 triliun itu kemungkinan masih akan bertambah karena masih ada permintaan dari KPUD kepada pemerintah daerah yang ternyata membebani keuangan daerah.

Reydonnyzar mengatakan, pilkada serentak tahun 2017 dan 2018 tidak akan membebani keuangan daerah karena akan dibiayai negara sesuai aturan pada pasal 200 Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 yang menyatakan ada opsi pembiayaan dari APBN.

"Nah nanti kita lihat slot mana yang bisa dibiayai APBN," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com