JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara Lintong Oloan Siahaan berpendapat, putusan majelis hakim Mahkamah Partai Golkar memang di luar kelaziman. Namun, putusan itu tetap dapat dipahami dan dikategorikan menjadi sebuah putusan atas sebuah perkara.
"Putusan-putusan ini dihasilkan oleh orang pandai, tapi bukan hakim karir," ujar Lintong saat memberi keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang sengketa dualisme kepemimpinan Partai Golkar di Pengadilan Tata Usaha Negara, Senin (27/4/2015).
Menurut dia, ketidaklaziman dalam putusan itu lantaran tidak adanya identitas, duduk perkara, pertimbangan hukum serta rincian diktum. Meski demikian, bukan berarti tidak ada putusan dalam perkara tersebut.
"Kalau saya baca diktumnya sah-sah saja. Dengan penandatanganan empat orang itu, normal-normal saja. Kecuali hanya dua yang tanda tangan," ujarnya.
Dalam putusan itu Djasri Marin dan Andi Mattalatta menyatakan mengabulkan gugatan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol sebagai kepengurusan yang sah. Sementara, Muladi dan HAS Natabaya menyatakan tidak memihak dan menyerahkan penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri.
"Dua tidak berpendapat, dua berpendapat. Dan demikian ditandatangani empat hakim itu jelas," ujarnya.
Ia menambahkan, jika memang ada penyimpangan dalam hasil putusan Mahkamah Partai, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tentu akan menganalisa putusan tersebut. Namun, putusan Mahkamah Partai itu dianggap telah konstitutif sehingga Yasonna menerbitkan surat keputusan yang berisi pengesahan kubu Ancol.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.