Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Minta Australia Buktikan Tuduhan Korupsi dalam Proses Hukum "Bali Nine"

Kompas.com - 27/04/2015, 15:45 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Australia membuktikan tuduhan adanya korupsi di balik proses hukum terhadap dua terpidana narkotika asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Dua anggota "Bali Nine" itu akan dieksekusi mati terkait kasus heroin seberat 8,3 kilogram senilai 4 juta dollar AS yang akan dibawa menuju ke Australia.

"Ya, buktikan dong, siapa pengacaranya?" kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (27/4/2015).

Kalla juga meyakinkan bahwa proses hukum terhadap dua terpidana mati asal Australia itu sudah sesuai dengan prosedur. Keduanya telah menjalani tahapan mulai pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung. (Baca: Duo Bali Nine Sudah Terima Pemberitahuan Resmi Pelaksanaan Eksekusi Mati)

Wapres meminta Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop untuk tidak mengukur integritas proses hukum Indonesia dengan membandingkannya dengan proses hukum di Australia. Setiap negara, menurut Kalla, tentunya memiliki sistem hukum yang berbeda-beda.

"Ya, tentu itu boleh berpendapat demikian. Tapi, masalah di banyak tempat, ini hukum berbeda-beda, jangan mengukur dengan hukum yang ada di negaranya juga kan. Ini kan sudah melewati semua proses daripada di dalam negeri, PT (pengadilan tinggi), MA (Mahkamah Agung), PK (peninjauan kembali). Jadi, ini sebenarnya bukan hal yang singkat, lama ini," tutur Kalla.

Terkait tuduhan ini, Kalla mengaku belum berkomunikasi langsung dengan Bishop. Namun, ia pernah berbicara dengan Bishop beberapa waktu lalu. Dalam pembicaraan itu, Kalla menangkap ada kepentingan politik dalam negeri yang melatarbelakangi protes Pemerintah Australia atas rencana eksekusi mati duo Bali Nine di Indonesia.

"Saya pernah bicara waktu itu, tetapi biasanya masalah itu lebih kepada kepentingan domestik politik," ucap Kalla.

Bishop sebelumnya telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pada Minggu malam. Sementara itu, Perdana Menteri Tony Abbott telah menulis surat kepada Presiden Joko Widodo untuk kembali memohon agar eksekusi itu dihentikan.

Bishop mengatakan bahwa kedua orang itu tidak boleh ditembak saat persoalan hukum masih ada. (Baca: PM Australia Kembali Kirim Surat ke Jokowi Minta Batalkan Eksekusi)

"Saya harus menunjukkan bahwa para pengacara Pak Chan dan Pak Sukumaran sedang mengupayakan langkah hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia," kata Bishop kepada radio ABC.

"Ada juga penyelidikan terpisah yang sedang berlangsung oleh Komisi Yudisial Indonesia terkait tuduhan korupsi dalam proses di pengadilan dan kedua proses tersebut menimbulkan pertanyaan tentang integritas proses putusan dan grasi. Saya telah meminta Menteri Luar Negeri Marsudi bahwa tidak boleh ada tindakan yang diambil terkait eksekusi yang direncanakan sampai proses hukum itu telah ditetapkan," ujarnya.

Fairfax Media, Senin, memublikasikan tuduhan korupsi yang dilakukan sejumlah hakim yang mengadili pasangan itu tahun 2006. Tuduhan tersebut menyatakan bahwa para hakim itu meminta uang lebih dari satu miliar rupiah agar dapat memberi mereka hukuman penjara kurang dari 20 tahun.

Laporan itu mengutip pengacara mereka saat itu, Muhammad Rifan, yang mengaku kesepakatan tersebut gagal setelah ada intervensi dari Jakarta. Jakarta diduga telah memerintahkan pasangan itu diberikan hukuman mati.

Rifan mengatakan, dia memutuskan untuk mengungkapkan hal itu karena eksekusi makin dekat dan Komisi Yudisial belum menyelesaikan penyelidikannya terkait dugaan permintaan suap itu.

"Ini merupakan situasi yang luar biasa karena ini tentang nyawa. Jika mati, mereka tidak dapat dihidupkan lagi," katanya.

Salah satu hakim dalam kasus itu telah memberikan bantahan kepada Fairfax. Ia mengatakan, tidak ada campur tangan politik atau negosiasi tentang suap terkait putusan yang dijatuhkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com