"Politik uang punya sanksi pembatalan terhadap calon, tetapi harus ada putusan lembaga peradilan dulu, anehnya UU No 8 Tahun 2015 tidak ada sanksi pidana," ujar Nasrullah, dalam diskusi di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Tidak hanya bagi calon kepala daerah, partai politik yang diketahui menerima imbalan dari calon pun akan dikenai sanksi. Namun, lagi-lagi penegakan hukum baru bisa dilakukan oleh pengawas pemilu apabila telah melalui peradilan yang didasari atas suatu pasal pidana. Menurut Nasrullah, meski telah melalui beberapa kali pemilu, sanksi pidana yang diatur dalam undang-undang belum digunakan secara efektif.
Nasrullah mengatakan, selama ini Bawaslu selalu menggunakan Pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam melakukan penegakan hukum bagi pelanggar aturan pemilu.
Ada pun Pasal 149 KUHP berbunyi, "(1) Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling lama empat ribu lima ratus rupiah. (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap".
"Mana mungkin regulator mau membuat lubang untuk menyengsarakan dirinya sendiri. Aturan itu dibuat mandul di peradilan pemilu, supaya tidak punya daya yang kuat," kata Nasrullah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.