Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Insubordinasi Lembaga Kepresidenan

Kompas.com - 11/04/2015, 15:44 WIB

Oleh: Reza Syawawi

JAKARTA, KOMPAS - Dalam sistem presidensial, lembaga kepresidenan seharusnya jadi bagian yang utuh dalam pengambilan kebijakan/keputusan.

Sengkarut informasi yang beredar di publik terkait kebijakan strategis adalah satu bentuk dari sekian banyak keteledoran Presiden dalam mengelola lembaga kepresidenan. Bagi penyelenggaraan pemerintahan, ini ancaman serius terhadap implementasi program-program strategis, termasuk kebijakan anti korupsi yang digadang-gadangkan oleh Presiden. Ancaman ini bukan tak mungkin akan jadi faktor pemicu gejolak politik yang lebih luas, baik di parlemen maupun di kalangan masyarakat umum.

Jika ditelisik ke belakang, setidaknya ada beberapa catatan buruk Presiden dalam mengelola lembaga kepresidenan. Pertama, perintah untuk menghentikan kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dan para pegiat anti korupsi. Dalam praktiknya, instruksi ini di internal pemerintah diterjemahkan secara beragam. Bahkan, dalam takaran tertentu bisa dianggap telah terjadi pembangkangan terhadap instruksi tersebut.

Kedua, kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Di rezim sebelumnya, kebijakan ini ditopang peraturan pemerintah yang ditujukan terhadap kejahatan- kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan serius atau lazim disebut juga sebagai kejahatan luar biasa, yaitu korupsi, terorisme, dan narkotika.

Dalam perkembangannya, kebijakan pengetatan ini justru dilihat sebagai bentuk diskriminasi terhadap pelaku tindak pidana, bergulirlah usulan agar kebijakan ini dibatalkan. Menteri Hukum dan HAM, dalam berbagai pernyataan di media, secara tidak langsung menjadi pendukung utama atas inisiatif ini.

Dalam konteks kebijakan pemberantasan korupsi, usulan ini sangat berlawanan dengan inisiatif rezim pemerintahan Jokowi yang telah disepakati dalam dokumen perencanaan pembangunan (RPJMN). Salah satu strategi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui harmonisasi terhadap kebijakan anti korupsi dengan Konvensi Anti Korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Kebijakan pengetatan ini adalah salah satu bentuk treatment terhadap pelaku tindak pidana yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Menghilangkan kebijakan ini sama dengan menyamakan derajat tindak pidana korupsi dengan tindak pidana umum lainnya.

Ketiga, kebijakan penambahan fasilitas uang muka kendaraan dinas bagi para pejabat negara (Perpres 39/2015). Belakangan diketahui bahwa kebijakan itu muncul tanpa melalui proses pengawasan yang memadai dari Presiden.

Bagi publik, penambahan fasilitas ini sangat jelas jadi bagian dari bentuk legalisasi pemborosan keuangan negara. Pada sisi yang lain, lahirnya kebijakan ini harus dilihat sebagai bentuk keteledoran lembaga kepresidenan secara keseluruhan dalam pengambilan kebijakan

Realitas di atas hanya sebagian dari sekian banyak bentuk "disharmoni" di dalam lembaga eksekutif atau lembaga kepresidenan. Presiden sebagai pimpinan dari lembaga kepresidenan seharusnya memegang kendali atas setiap keputusan atau kebijakan strategis yang akan dilahirkan.

Presiden harus mengendalikan wakil presiden, menteri- menteri, kepala lembaga, dan seterusnya. Menurut konstitusi mereka adalah para pembantu presiden. Dan, bagi para pembantu presiden, berlakulah sesuai mandatnya dalam kapasitas sebagai pembantu presiden.

Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan kepada publik oleh para pembantu presiden seharusnya tidak berlawananan dengan apa yang diucapkan Presiden atau bahkan dengan kebijakan yang telah disepakati sebelumnya. Jika tidak, akan sulit dibantah bahwa telah terjadi insubordinasi di dalam lembaga kepresidenan.

Pada titik yang paling kritis, ketidakmampuan Presiden dalam mengelola lembaga kepresidenan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak di lingkaran kekuasaan Presiden untuk mengambil manfaat atas kekisruhan yang terjadi. Bukan tidak mungkin insubordinasi ini akan berkembang sebagai bagian dari upaya sistematis untuk mengambil alih kekuasaan. Semoga saja tidak!

Reza Syawawi
Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia

* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Sabtu (11/4/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com