JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie mengaku tengah mendiskusikan bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejumlah opsi untuk partai politik yang tengah berkonflik jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.
Salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan, yaitu pelarangan keikutsertaan parpol yang tengah berkonflik tersebut.
"Ada kemungkinan partai yang konflik itu sama-sama tidak bisa memenuhi syarat mengajukan calon," ujar Jimly usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Menurut Jimly, KPU dan DKPP sebenarnya ingin agar seluruh partai politik yang berkonflik menyelesaikan persoalannya dengan melakukan islah. Namun, apabila islah tidak bisa dilakukan, maka jalan lainnya adalah menunggu keputusan pengadilan.
Apabila putusan pengadilan ternyata belum keluar saat pelaksanaan pilkada serentak tahun ini, Jimly mengungkapkan, opsi terakhir adalah dengan tidak mengikutkan partai yang berkonflik itu dalam pilkada.
"Ini sekaligus mendidik parpol, ya dua-duanya tidak memenuhi syarat. Ini baru salah satu opsi, kami ingin parpol menjaga integritas internal. Bukan kepentingan kelompok mana, kubu mana, tapi untuk kepentingan negara," ujar dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan, aturan tersebut dimungkinkan akan dicantumkan KPU dalam peraturannya. Usulan itu, sebut dia, juga sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi hari ini. Menurut Jimly, partai yang tengah berkonflik perlu diatur agar tidak ada dualisme dalam pengajuan calon kepala daerah.
"Mumpung jauh hari kita ingatkan segera selesaikan konflik internal dan pengadilan yang menangani segera ambil putusan sebelum tahapan dimulai," ucap dia.
Saat ini, dua partai politik masih terlibat dalam konflik internal, yakni Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai Golkar terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu Agung Laksono dan kubu Aburizal Bakrie.
Sementara PPP juga terpecah dua kubu, yakni kubu Djan Faridz dan kubu M Romahurmuzy. Kubu Agung Laksono dan M Romahurmuzy sudah mendapat surat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Namun, surat itu tengah digugat oleh kubu lainnya ke pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.