Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri: Pencabutan Kewarganegaraan WNI Perlu Dikaji secara Teliti

Kompas.com - 26/03/2015, 20:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pengaturan kebijakan untuk mencabut hak kewarganegaraan WNI yang diduga terkait tindak terorisme perlu dikaji secara teliti. Ia menekankan, bagaimana pun, negara harus membela warganya saat berada di luar negeri.

"Itu harus jeli, karena seorang warga negara yang lagi di luar negeri, apa pun itu, negara harus membela. Kalau memang aspeknya dia ke situ (tindak terorisme), (pencabutan kewarganegaraan) harus ada telaah yang khusus," kata Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Kamis (26/3/2015).

Tjahjo mengatakan, wacana pencabutan hak kewarganegaraan tersebut saat ini tengah dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam poin revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Terkait 16 WNI yang ditahan aparat Turki karena hendak menerobos ke Suriah secara ilegal, Pemerintah mewacanakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk dapat mencabut hak kewarganegaraan mereka jika terbukti akan bergabung dengan kelompok Islam radikal.

Sebanyak 12 dari 16 WNI tersebut telah dideportasi oleh Pemerintah Turki dan diperkirakan tiba di Indonesia pada malam ini.

"Sekarang yang di Turki dideportasi ke sini, kalau sudah kembali ke kita harus ditanya dulu apa motivasi perginya, apakah kesasar atau menyasarkan diri artinya memang sengaja, kan harus dilihat dulu," papar Tjahjo.

Beberapa hari lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan pihaknya sedang menyusun Perppu terkait status kewarganegaraan 16 WNI yang ditahan di Turki, namun enggan dideportasi ke Indonesia.

"Kami sedang membahas dan menyinkronkan itu, mungkin bisa Perppu, tapi masih akan dilihat lagi. Karena UU kita tidak mengatur 'stateless', jadi kalau dicabut mereka jadi 'no citizen' dan UU kita tidak memungkinkan itu," ujar Yasonna.

Saat ini, menurut Yasonna, Pemerintah masih menganggap ke-16 WNI yang ditahan di perbatasan Turki karena hendak bergabung dengan gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Masalahnya kan mereka tidak mau dikembalikan (ke Indonesia) karena ada suaminya di sana (Suriah), jadi ini bukan persoalan mudah. Tetapi harus diatur kalau ada WNI yang melakukan pekerjaan diduga teroris di negara lain, itu harus kita atur. Kita akan buat payung hukumnya," kata Yasonna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com