JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai pelaksanaan eksekusi mati terhadap terpidana mati yang menderita gangguan jiwa bisa ditunda. Ia menilai terpidana itu sedianya dirawat terlebih dahulu.
"Kalau iya penyakit, tentu harus dirawat dulu, apalagi jiwa, sakit jiwa. Ya bisa (ditunda), mestinya bisa," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (2/3/2015).
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa terpidana mati yang mengalami gangguan jiwa akan tetap menjalani eksekusi. Ia mengatakan, tidak ada aturan khusus yang mengatur mengenai eksekusi bagi penderita gangguan jiwa.
Menurut Prasetyo, dalam undang-undang, hanya wanita yang sedang hamil dan anak berusia di bawah 18 tahun yang tidak dilarang untuk menjalani eksekusi mati. Sementara, mengenai terpidana yang mengalami gangguan jiwa, tidak diatur dalam UU.
Seorang terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, mengalami gangguan jiwa. Pernyataan medis tersebut dikeluarkan menjelang eksekusi mati yang akan diterimanya. (baca: Jelang Eksekusi Mati, Napi Asal Brasil Alami Gangguan Jiwa)
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengatakan, kepala Lapas tempat Rodrigo mendekam meminta izin kepada Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan medis terlebih dahulu terhadap Rodrigo. Pemeriksaan medis itu dilakukan di luar lapas lantaran keterbatasan fasilitas. Kondisi tersebut, lanjut Tony, menyebabkan penundaan proses pemindahan sejumlah terpidana mati dari lapas asal ke Nusakambangan untuk dieksekusi mati. (Baca: Brasil Minta Dua Warganya Tidak Dieksekusi)
Kejaksaan Agung belum mengungkapkan waktu dan siapa saja terpidana mati yang akan dieksekusi. Sebelumnya, pada masa pemerintahan Joko Widodo, kejaksaan sudah melakukan eksekusi terhadap enam terpidana mati kasus narkotika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.