Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Jokowi Terlambat Ambil Keputusan

Kompas.com - 18/02/2015, 17:15 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai terlambat langkah Presiden Joko Widodo dalam mengambil keputusan terkait pergantian kepala Polri. Pasalnya, DPR akan memasuki masa reses mulai Kamis (19/2/2015), dan akan kembali aktif pada Maret mendatang.

Dengan demikian, DPR tak bisa langsung memproses pencalonan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang dipilih Jokowi untuk menggantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.

"Kalau kita melihat perkembangan terakhir, ini terlambat," kata Fadli Zon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/2/2015).

Sebenarnya, lanjut Fadli, DPR bisa saja bekerja di tengah masa reses. Namun, hal itu hanya dilakukan jika ada sesuatu hal yang mendesak. Pasalnya, tidak mudah untuk melakukan rapat ataupun uji kelayakan dan kepatutan di tengah masa reses. Sejumlah anggota juga sudah kembali ke daerah pemilihan masing-masing.

"Sejauh ini, kita melihat belum ada yang mendesak (memproses di masa reses)," ujar politisi Partai Gerindra itu.

Terkait substansi pembatalan pelantikan Budi sebagai Kapolri, Fadli Zon mengaku akan mengkajinya lebih dulu. Dia hanya menyarankan Jokowi agar bisa menjelaskan kepada rakyat mengenai alasan pembatalan itu.

Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan, pencalonan Budi Gunawan sebagai kepala Polri telah menimbulkan perbedaan pendapat di masyarakat. Presiden memutuskan membatalkan pelantikan Budi dan mencalonkan Badrodin sebagai Kapolri untuk menciptakan ketenangan dan memenuhi kebutuhan Polri terkait kepemimpinan definitif.

"Maka dari itu, hari ini kami usulkan calon baru, yaitu Komisaris Jenderal Badrodin Haiti untuk mendapat persetujuan DPR sebagai kepala Polri," kata Jokowi. (Baca: Batal Lantik Budi Gunawan, Jokowi Usulkan Badrodin Haiti Calon Kapolri)

Polemik pergantian kepala Polri bermula dari keputusan Presiden mengajukan Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri. Tak lama setelah usulan tersebut diserahkan kepada DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat Budi sebagai tersangka korupsi.

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

Meski berstatus tersangka, DPR tetap menyetujui mantan ajudan presiden pada masa Megawati Soekarnoputri itu untuk menjadi kepala Polri. Saat itu, hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang meminta DPR menunda persetujuan tersebut. (Baca: DPR Setujui Tersangka Korupsi Budi Gunawan Jadi Kapolri)

DPR juga menyetujui Jenderal (Pol) Sutarman diberhentikan sebagai kepala Polri. Setelah Sutarman pensiun sebagai kepala Polri, kepemimpinan Polri dijalankan oleh Badrodin.

Belakangan, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi memutuskan bahwa penetapan tersangka Budi Gunawan tidak sah. Putusan itu terkait gugatan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan. (Baca: Tanda Tanya di Balik Putusan Hakim Sarpin)

KPK belum memutuskan langkah apa yang akan diambil menyikapi putusan tersebut. KPK akan mempelajari terlebih dulu substansi putusan. (Baca: Tumpak: Kasus BG Tidak Bisa Dihentikan, KPK Buat Sprindik Baru atau PK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com