JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) didukung DPR. Kebijakan itu dinilai memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.
"Soal penghapusan itu kalau idenya dalam rangka memberikan pelayanan untuk rakyat saya kira kebijakan akan terus kami dukung," kata Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman di Kompleks Parlemen, Kamis (5/2/2015).
Meski begitu, Rambe mengatakan, Kementerian Agraria harus memformulasikan mekanisme kebijakan ini dengan baik. Sehingga, kebijakan yang dianggap positif ini tidak bertentangan dengan kebijakan yang sudah ada sebelumnya.
"Ini kan soal tanah masyarakat, jangan sampai soal pertanahan berlarut-larut. Jika kebijakan ini bisa menyelesaikan masalah, bila perlu kita dukung penuh untuk menambah anggaran ini yang penting dan langsung pada masyarakat," ujarnya.
Sementara itu Anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Sirmadji mengatakan, kebijakan yang digagas Menteri ATR Ferry Mursyldan Baldan ini dinilai pro-rakyat. Menurut dia, setidaknya melalui penghapusan ini beban masyarakat sedikit terkurangi.
"Tapi harus disertai dengan perjuangan menteri untuk dikoordinasikan dengan yang lain, terutama Menkeu. Karena (kebijakan) ini tidak sederhana. Hilangnya pendapatan daerah itu harus ditujukan oleh pusat misalnya melalui DAU (dana alokasi umum) agar fiskal daerah tidak menyempit," ujarnya.
Dijumpai terpisah, Menteri Ferry mengatakan reformulasi terhadap NJOP bertujuan untuk mengendalikan harga tanah serta mengurangi potensi spekulasi atas harga tanah dengan menerapkan Zona Nilai Tanah. Sementara, usul reformulasi Pajak Bumi dilakukan dengan cara cukup satu kali membayarkan pajak yaitu saat membeli tanah guna keperluan tempat tinggal.
"Pajak Bangunan tetap diberlakukan terhadap properti mewah dan properti komersil seperti rumah kontrakan, restoran dan pertokoan," katanya. (Baca: Pemerintah Bakal Hapus NJOP, PBB, dan BPHTB)
Ferry menambahkan, Pajak Bangunan tidak akan diterapkan pada tempat tinggal wajar. Untuk menentukan kriteria tempat tinggal wajar dan mewah, nantinya akan diatur di dalam sebuah keputusan baik itu Keputusan Menteri atau Keputusan Presiden.
"Sekarang kami mulai berkoordinasi dengan Menkeu dan Mendagri, terutama yang menyangkut Pemda. Butuh waktu sekitar satu tahun untuk benar-benar bisa menerapkan aturan ini," katanya. (Baca: Pembebasan NJOP Ditargetkan Mulai Tahun Depan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.