Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Terlalu Kecil Bagi Bu Mega Urusi Masalah Pencalonan Kapolri"

Kompas.com - 01/02/2015, 16:54 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Tim Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan, menilai Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri tak layak angkat bicara mengenai kisruh pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI. Menurut dia, masalah itu terlalu kecil untuk dipikirkan Megawati.

Ia juga menilai masalah pencalonan Budi yang merupakan ajudan Megawati tersebut merupakan urusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memiliki hak prerogatif memilih Kapolri.

"Itu domainnya Pak Jokowi. Monggo ditanyakan dulu. Terlalu kecil bagi Bu Mega mengurusi masalah kecil seperti ini," kata Arteria dalam diskusi yang digelar Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia di Jakarta, Minggu (1/2/2015).

Menurut dia, masih banyak permasalahan bangsa yang lebih penting untuk dipikirkan Megawati. Mengenai anggapan yang muncul di masyarakat jika nama Budi merupakan usulan dari Megawati, Arteria membantahnya. Ia mengatakan bahwa Megawati selama ini berpolitik dengan tulus. Megawati, sebut dia, tidak punya kepentingan apa pun yang dititipkan kepada Jokowi.

"Contohnya jatah menteri PDI-P waktu itu 15, lalu dijatahin lagi delapan, tapi yang diambil cuma empat. Ini bagaimana kita bisa dibilang PDI-P intervensi pemilihan Kapolri? Wong menteri saja yang diambil cuma empat," kata Arteria.

Ia berharap Jokowi bisa menjelaskan kepada publik secara baik dan benar bahwa pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri murni atas inisiatifnya sebagai Kepala Negara. Ia juga menilai Jokowi sudah sesuai dengan prosedur dalam menentukan Budi sebagai calon Kapolri.

Jokowi, kata dia, telah meminta masukan dari Komisi Kepolisian Nasional. Di samping itu, Arteria menilai Jokowi sudah berhati-hati dengan mengecek kembali kepada Mabes Polri mengenai hasil pemeriksaan terhadap rekening Budi yang memuat transaksi miliaran rupiah.

"Bahkan sudah ditanyakan lagi LHA (laporan hasil analisis) PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), kami sudah periksa dan dinyatakan wajar, dapat dipertanggungjawabkan," sambung Arteria.

Mengenai tidak dilibatkannya KPK dalam pencalonan Budi Gunawan ini, Arteria berdalih bahwa KPK tidak dilibatkan karena lembaga itu merupakan institusi penegak hukum yang sama fungsinya dengan institusi Polri. Hal ini berbeda ketika Jokowi menyeleksi calon anggota Kabinet Kerja. Menurut Arteria, Jokowi melibatkan KPK untuk menyeleksi calon menteri tidak ada lembaga yang dianggap bisa menjadi semacam pengawas bagi para menteri selain KPK.

"Kenapa tidak menggunakan KPK dalam seleksi Kapolri justru karena ada faktor yang bersentuhan, sama-sama penegak hukum, ada dua-duanya ini diseleksi atau dimintakan keterangan sama lembaga yang lain, padahal sudah ada Kompolnas. Kalau menteri kemarin enggak ada lembaga lain yang menilai, makanya minta KPK," ucap dia.

Dalam diskusi yang sama, Direktur Riset Akbar Tandjung Institute, Alfan Alfian, mengatakan, Megawati harus berbicara kepada publik untuk meluruskan anggapan yang berkembang bahwa penunjukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal kapolri dilakukan atas desakan Megawati. Menurut dia, jika Megawati tidak segera menjelaskan kepada publik, akan menjadi wajar Jika publik hingga saat ini menganggap bahwa Megawati adalah dalang di balik pencalonan Budi Gunawan. Apalagi, menurut Alfan, Presiden Jokowi mengakui ada tekanan politik yang tak bisa dihindari terkait pencalonan mantan ajudan Megawati tersebut.

"Untuk menghapus persepsi demikian, maka Mega sendiri yang harus angkat bicara. Saya kira kalau begitu, bisa menggeser persepsi kalau Mega di balik pencalonan ini," sambung Alfan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com