Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ingin Klarifikasi Telegram Rahasia Polri yang Berisi Instruksi agar Para Saksi Tak Hadir

Kompas.com - 29/01/2015, 16:44 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan, maksud pemeriksaan sejumlah saksi dari anggota polisi dan purnawirawan dalam kasus yang menjerat Komisaris Jenderal Budi Gunawan adalah untuk mengonfirmasi sejumlah informasi yang diperoleh KPK.

Salah satunya, kata Bambang, ialah mengenai beredarnya telegram rahasia yang menginstruksikan para saksi untuk tidak perlu datang dalam pemeriksaan.

"Kami sedang mengklarifikasi, katanya ada TR (telegram rahasia) yang Waka (Wakapolri Badrodin Haiti) itu setuju untuk dipanggil, lalu ada TR lain yang menyatakan tidak perlu datang," ujar Bambang di Jakarta, Kamis (29/1/2015).

Oleh karena itu, kata Bambang, penyidik merasa perlu menggali informasi dari para saksi mengenai telegram rahasia itu. Jika informasi tersebut benar, yang menyebarkan telegram rahasia itu akan dijerat Pasal 21, 22, dan 24 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atas upaya menghalang-halangi proses penyidikan.

"Jadi, ini kalau betul ada informasi seperti itu, berarti memang ada pelanggaran. Tapi, sekali lagi kami sedang mengklarifikasi hal itu," ujar Bambang.

Karena banyaknya saksi yang mangkir, kata Bambang, penyidik akan memanggil ulang para saksi dengan surat tembusan kepada Presiden Joko Widodo.

"Kita akan manggil lagi, tapi kemudian akan mencantumkan tembusannya kepada Presiden," kata Bambang.

Sebelumnya, penyidik telah memanggil sejumlah saksi dari anggota Polri, purnawirawan, dan pihak swasta. Hari ini, penyidik memanggil politisi Partai Hanura, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, PNS bernama Tossin Hidayat, dan Sintawati Soedarno Hendroto, ibu rumah tangga.

Sementara itu, pada hari-hari sebelumnya, KPK memanggil Widyaiswara Utama Sekolah Staf dan pimpinan Polri Inspektur Jenderal (Purn) Syahtria Sitepu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Herry Prastowo, dan dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Lembaga Pendidikan Polisi Komisaris Besar (Pol) Ibnu Isticha.

Selain itu, ada pula Kepala Polda Kalimantan Timur Irjen (Pol) Andayono, Wakil Kepala Polres Jombang Komisaris Polisi Sumardji, Brigjen Polisi (Purn) Heru Purwanto, Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan, Widyaiswara Madya Sekolah Staf dan pimpinan Polri Brigjen (Pol) Budi Hartono Untung, anggota Polres Bogor Brigadir Triyono, dan Liliek Hartati dari pihak swasta.

Dari semua saksi itu, baru Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan penyidik. KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b Pasal 5 ayat 2 serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. Budi Gunawan sedianya akan dilantik menjadi kepala Polri pengganti Jenderal Pol Sutarman setelah mendapat persetujuan DPR.

Namun, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pelantikan tersebut hingga waktu yang tidak ditentukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com