"Saat ini RPJMN seolah-olah hanya milik Bappenas saja, begitu diaplikasikan ke instansi teknis menjadi susah untuk diikuti, susah pelaksanaannya," kata peneliti senior CORE Mohammad Faisal di Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Menurut dia, RPJMN seharusnya dibuat ringkas sehingga mudah untuk menjadi referensi bagi para pihak yang terkait seperti pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat.
Untuk level pemda, RPJMN akan berisiko sulit diinterpretasikan karena keterbatasan kapasitas SDM di daerah daripada di pusat, ujar Faisal.
Kemudian untuk pelaku usaha pun demikian, karena untuk kalangan bisnis cenderung memerlukan sebuah panduan yang lebih ringkas, katanya.
"RPJMN paling tidak dibagi ke dalam tiga buku. Pertama rangkuman prioritas nasional secara umum, kedua penjabaran sektoral, dan ketiga penjabaran menurut regional," ujarnya terkait dokumen 4.012 halaman itu.
Selain itu, tidak kohesifnya RPJMN juga terlihat dari berbedanya penjabaran atau solusi program pada buku-buku tersebut.
Dia mencontohkan, pada buku I disebutkan prioritas kedaulatan pangan dan maritim, namun kedua bidang tersebut tidak dijelaskan secara mendalam pada buku selanjutnya.
"Baik dari segi permasalahan yang terjadi, sasaran kebijakan, dan strateginya tidak nyambung," katanya menegaskan.
Faisal optimistis bahwa pemerintah mampu mewujudkan target RPJMN, asalkan memiliki langkah yang tepat dan efisien untuk dilaksanakan.
"Jika melihat RPJMN periode sebelumnya banyak target yang meleset, padahal target pada RPJMN sekarang lebih tinggi. Pemerintah harus mencari terobosan baru agar bisa tercapai," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.