Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Brasil dan Belanda Protes Eksekusi Mati, Menkumham Tegaskan Tak Ada Toleransi

Kompas.com - 19/01/2015, 12:50 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona H Laoly menyatakan bahwa pemerintah menghargai sikap Brasil dan Belanda yang memanggil duta besar mereka dari Indonesia. Meski demikian, pemerintah tidak akan memberikan toleransi pengampunan kepada narapidana kasus narkotik, termasuk warga kedua negara sahabat tersebut, dari eksekusi hukuman mati.

"Kita hargai negara sahabat yang ingin warga negaranya diampuni. Tapi keputusan kita sudah tidak bisa diubah," kata Yasona di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/1/2015).

Yasona mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak dapat memberikan toleransi terhadap peredaran narkoba di Indonesia karena kejahatan tersebut berdampak luas bagi banyak lapisan masyarakat. Pemerintah harus memberi pelajaran bagi bandar-bandar narkoba dengan mengambil sikap tegas.

"Zero tolerance, kalau dia bandar atau pengedar harus dieksekusi jika PK (peninjauan kembali) dan grasi sudah ditolak. Kalau dia addict (pemakai), kita rehabilitasi," ucapnya.

Akhir tahun lalu Presiden Joko Widodo menegaskan akan menolak permohonan grasi yang diajukan 64 terpidana mati kasus narkoba. Menurut Jokowi, para terpidana mati yang mengajukan grasi itu sebagian besar adalah bandar besar yang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi penerus bangsa.

Kejaksaan Agung telah mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba pada Minggu (18/1/2015) dini hari. Keenam terpidana itu dieksekusi di dua tempat berbeda. Lima di antaranya dieksekusi di LP Nusakambangan, yaitu Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Thahir alias Tommi Wijaya asal Belanda, warga Indonesia bernama Rani Andriani alias Melisa Aprilia, Namaona Denis asal Malawi, Marcho Archer Cardoso Moreira dari Brasil, dan Daniel Enemuo alias Diarrssaouba dari Nigeria. Sementara satu terpidana dieksekusi di Boyolali yaitu Tran Thi Bich Hanh alias Tran Dinh Hoang dari Vietnam.

Pemerintah Brasil dan Belanda memanggil duta besar mereka setelah Pemerintah Indonesia mengabaikan permohonan untuk mengampuni warga mereka yang dieksekusi mati. (Baca: Warganya Dieksekusi di Nusakambangan, Belanda dan Brasil Tarik Dubes)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com