Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kompolnas Gagal Menunjuk Calon Kapolri"

Kompas.com - 14/01/2015, 13:44 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar meminta Presiden Joko Widodo tidak lagi menggunakan pertimbangan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk memilih calon kepala Polri. Ia menilai Kompolnas gagal memberi rekomendasi calon yang baik.

"Saya rasa Kompolnas sudah gagal menunjuk calon kapolri," ujar Haris dalam konferensi persnya di sekretariat Kontras, Jakarta, Kamis (14/1/2015) siang, menyikapi penetapan tersangka calon kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Haris mendesak Presiden memilih calon kapolri sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yakni Presiden meminta pertimbangan Kapolri definitif siapa calon kapolri selanjutnya.

Haris juga meminta Presiden meminta bantuan institusi lain untuk melihat rekam jejak para calon kapolri, misalnya Ombudsman, Komnas HAM, KPK, PPATK, dan Direktorat Pajak. Ia menganggap kecermatan Jokowi memakai institusi tersebut bisa menjamin keberhasilan mendapatkan sosok pucuk pimpinan institusi Polri yang diinginkan.

"Ada banyak institusi yang bisa digunakan oleh Presiden untuk menyaring. Tapi, lagi-lagi semua itu ujungnya di Presiden. Jokowi punya keuntungan luar biasa menggunakan institusi itu untuk penyaring," ujar Haris.

Nama-nama calon kapolri yang direkomendasikan oleh Kompolnas kepada Presiden diseleksi tanpa melalui tahap wawancara. Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala sebelumnya mengaku, tidak ada tahap wawancara karena singkatnya waktu yang dimiliki Kompolnas dalam mengajukan calon kepada Presiden. (Baca: Jokowi Minta Daftar Calon Kapolri Terlalu Cepat, Kompolnas Akui Seleksi Seadanya)

"Karena kali ini cepat sekali permintaan dari Presiden, maka kami seadanya. Dalam arti bahwa kami tidak bisa meminta KPK dan PPATK, serta Komnas HAM, tidak bisa melakukan wawancara kepada mereka," ujar Adrianus.

Ia mengaku sudah menyerahkan semua data kepada Presiden, termasuk soal informasi rekening gendut yang dimiliki Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Menurut dia, Presiden juga sudah diingatkan akan persepsi negatif masyarakat akan sosok Budi Gunawan. (Baca: Kompolnas Mengaku Sudah Ingatkan Jokowi soal Risiko Pilih Budi Gunawan)

"Kami ini komisioner pilihan masyarakat. Jadi, kami sama suara hatinya dengan masyarakat. Kalau masyarakat bilang ada rekening gendut, kami juga sampaikan sebagai saran dan pertimbangan. Bahkan, yang lebih kejam dari itu, ada, tapi tidak bisa kami buka," kata Adrianus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com