Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/01/2015, 14:03 WIB


KOMPAS.com - SABTU malam, 27 Desember 2014, Pasar Klewer di Solo, Jawa Tengah, terbakar. Keesokan paginya, Minggu (28/12), Pesawat AirAsia QZ 8501 yang membawa 162 orang hilang ketika masuk ke awan kumulonimbus di langit di atas Laut Jawa. Pesawat ini hilang kontak dalam perjalanan angkasa dari Surabaya ke Singapura. Pencarian pesawat dan para korban dilakukan di lautan.

Dua peristiwa duka ini menutup tahun 2014. Duka dan nestapa tragedi AirAsia QZ 8501 membuka tahun 2015.

Mari kita lihat sejarah. Pada 9 Juni 1971, satu bulan sebelum Pemilihan Umum 3 Juli 1971, Presiden (waktu itu) Soeharto datang di Pasar Klewer, Solo (tempat kelahiran Presiden Joko Widodo dan istri, Ny Iriana). Soeharto datang meresmikan pembukaan pembangunan pasar ini.

Di pasar ini, Soeharto berpidato tanpa teks. ”Ternyata pidato saya ini ditanggapi oleh pembantu-pembantu saya sebagai tonggak sejarah yang penting,” ucap Soeharto saat itu.

”Pidato saya itu merupakan dasar politik pembangunan,” ujarnya lanjut beberapa waktu setelah peresmian Pasar Klewer.

Pidato Soeharto di Pasar Klewer mencanangkan gagasan agar bangsa ini cukup pangan, cukup sandang, cukup papan, cukup lapangan kerja, serta lebih meningkatkan pendidikan dan kesehatan sesuai dengan kemampuan.

Apa yang dikemukakan Soeharto di pasar itu dijadikan bahan utama Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Selain itu, Soeharto di Pasar Klewer juga mengumandangkan filsafat dan ajaran Pangeran Sambernyawa atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (1725-1795). Adipati Mangkunegara pertama ini adalah idola Soeharto dan banyak orang Jawa.

Salah satu ajarannya adalah Tri Dharma. Menurut Soeharto, ajaran itu diperoleh dari ”Wahyu Cakaraningrat” oleh Pangeran Sambernyawa. Isi ajaran, mengajak rakyat untuk mengabdi pada kepentingan umum, negara, dan bangsa.

Tri Dharma (tiga pengabdian) terdiri dari rumangsa melu handarbeni (merasa turut memiliki), wajib melu hangkrukebi (wajib ikut membela dan memelihara), dan mulat sarira hangrasawani (berani introspeksi diri sendiri).

Menurut kepercayaan banyak orang Jawa, Pangeran Sambernyawa atau Mangkunegara I ini mempunyai hubungan istimewa dengan Gunung Lawu.

Setiap bicara soal Pasar Klewer dan Pangeran Sambernyawa, Soeharto hampir selalu menyebutkan ajaran atau filsafat Jawa yang disebut hastabrata yang harus dipelajari para pemimpin Indonesia.

Hastabhrata adalah ajaran mengenai delapan sifat alam, yakni sifat matahari, bumi, bulan, bintang, air, angin, api, dan samudra (lautan). Awan kumulonimbus yang putih bak kapas itu terbentuk karena ada matahari, air, angin, samudra, dan lain-lain.

Belajarlah membaca alam ini, bila tidak, kita akan dilumat olehnya. Alam juga mengajarkan tata keseimbangan, termasuk jangan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). KKN akan membuat api dan kumulonimbus memorakporandakan kehidupan ini. Bacalah tanda-tanda alam. Bisa baca atau tidak? (J OSDAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com