Hakim Agung Topane Gayus Lumbuun, Minggu (28/12), mengungkapkan, kesepakatan upaya hukum PK hanya boleh dua kali telah diputuskan dalam rapat pleno kamar pidana di Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Hanya, belum ada kesepakatan di antara para hakim agung apakah ketentuan itu dibuat dalam bentuk aturan yang mengikat internal MA (surat edaran MA/sema) atau aturan yang mengikat secara umum dalam peraturan MA (perma).
”MA harus segera memastikan hal ini dengan menerbitkan perma. Perma itu berlaku sampai ada undang-undang (UU) yang dibuat pemerintah dan DPR yang mengatur kekosongan hukum tersebut,” kata Gayus.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 membatalkan Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mengatur PK hanya dapat diajukan sekali. Dengan putusan itu, PK bisa diajukan berkali-kali. Saat itu, MK mengabulkan permohonan mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang juga terpidana 18 tahun penjara atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Mengacu Pasal 7 dan 8 UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, lanjut Gayus, MA selaku lembaga negara punya kompetensi dan kewenangan membuat peraturan untuk mengisi kekosongan hukum. Sama halnya dengan Presiden yang bisa mengeluarkan peraturan presiden, MA pun berwenang mengeluarkan perma. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 79 UU Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan MA bisa menerbitkan peraturan untuk mengisi kurang lengkapnya ketentuan UU demi kelancaran peradilan.
Eksekusi matiSementara itu, terkait pelaksanaan eksekusi mati, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengingatkan, PK sama sekali tak menghambat pelaksanaan eksekusi putusan kasasi. Eksekusi dapat dilaksanakan jika Presiden menolak grasi sehingga hal itu menjadi kewenangan jaksa selaku eksekutor.
Hal senada dikemukakan Arsil, Kepala Divisi Kajian Hukum dan Kebijakan Lembaga Independensi Peradilan. Jika grasi ditolak, tidak ada alasan bagi jaksa menunda eksekusi. Arsil mempertanyakan sikap jaksa yang terkesan ragu-ragu. (ANA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.