Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Kado Natal Jokowi untuk Rakyat Papua

Kompas.com - 26/12/2014, 09:33 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akan menghadiri perayaan Hari Natal bersama di Provinsi Papua pada 27-28 Desember mendatang. Kunjungan dan perayaan saja dinilai belum cukup bagi rakyat Papua.

Romo Franz Magnis Suseno mengatakan, harus ada kado istimewa dari Jokowi, berupa langkah penyelesaian konflik berdarah yang kerap kali terjadi di tanah Papua. Kasus terakhir, bentrok antara gabungan aparat TNI-Polri dengan warga, pada 8 Desember 2014 lalu. Lima orang tewas dan sekitar dua puluh orang lainnya mengalami luka-luka akibat insiden ini.

"Menghadiri perayan Natal tidak bermanfaat kalau Jokowi tidak mau mengambil sikap atas pembunuhan yang terjadi di Paniai," kata Romo Magnis, Rabu (24/12/2014).

Menurut dia, hal yang paling dibutuhkan oleh rakyat Papua saat ini bukan lah kunjungan atau perayaan, melainkan keamanan. Konflik yang masih terjadi hingga saat ini, kata dia, menunjukkan bahwa rakyat Papua belum bisa merasa aman.

"Dengan Jokowi hanya ikut merayakan Natal di sana, kondisi ini tidak akan berubah," ujar Franz yang membuat surat untuk Jokowi terkait masalah ini di Harian The Jakarta Post. 

Ia berharap pemerintah tidak hanya mengupayakan penyelidikan, namun juga mengadakan penelitian. Pemerintah harus mencari tahu penyebab konflik di papua terus menerus terulang.

"Kalau sudah diketahui penyebabnya, bisa diantisipasi," ujar pakar Etika Politik dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini.

Tim pencari fakta

Tim atau Komisi Khusus Komisioner Komnas HAM Hafidz Abbaz meminta Jokowi membentuk tim khusus yang bersifat independen. Hafidz mengatakan, kasus ini tidak akan pernah tuntas jika diusut oleh aparat karena penembakan justru melibatkan aparat TNI-Polri.

"Kami harapkan presiden membentuk tim pencari fakta dan diungkap secara utuh apa yang terjadi di balik tragedi ini," ujar Abbaz.

Aliansi masyarakat sipil yang tergabung dalam #PapuaItuKita menilai, tim pencari fakta juga tidak cukup. Mereka meminta Jokowi membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM (KPP HAM). KPP HAM ini dinilai sebagai mekanisme penyelidikan paling kredibel dan paling memungkinkan untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban, ketika para pelaku kejahatan HAM melibatkan aparat TNI dan Polri.

"Kita mendorong Presiden Jokowi membentuk KKP HAM sebagai sebuah tim yang netral dan tidak mempunyai kepentingan untuk menyelidik tragedi ini," kata salah satu inisiator #PapuaItuKita Marhen Goo.

Jangan kecewakan Papua

Franz Magnis menambahkan, awalnya dia cukup simpatik terhadap Jokowi karena saat kampanye Pilpres 2014 sangat memerhatikan rakyat di Papua. Tak ayal, Papua pun menjadi salah satu basis pendukung Jokowi bersama pasangannya Jusuf Kalla. Dia meminta Jokowi menepati janji-janjinya yang telah diberikan kepada rakyat Papua agar mereka tak merasa kecewa.

"Hampir 90 persen rakyat Papua itu memilih Jokowi, harusnya jangan dikecewakan mereka," ujar dia.

Jika setelah duduk di kursi RI-1, Jokowi bersikap tak peduli kepada rakyat Papua yang telah mendukungnya, ia menilai, Jokowi tidak jauh berbeda dari pemimpin kebanyakan. Kepedulian Jokowi kepada Papua selama kampanye, hanya bertujuan untuk memenangkan pilpres.

"Masih ada waktu bagi Jokowi untuk melakukan sesuatu untuk Papua. Kita yakin pemerintah dan aparat masih punya hati. Mereka harus berbuat sesuatu," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com