Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PDI-P Ingin Jokowi Lebih Radikal Lagi

Kompas.com - 23/12/2014, 17:26 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai, pemberian grasi dari Presiden Joko Widodo kepada aktivis agraria Eva Bande belum cukup. Presiden, kata Masinton, mesti melakukan pembenahan sistem dalam penyelesaian konflik agraria di Indonesia.

"Kemarin, Presiden sudah memulai dengan memberikan grasi terhadap Eva Bande. Tapi itu saja belum cukup. Presiden harus lebih radikal lagi soal penyelesaian konflik agraria," ujar dia di salah satu rumah makan di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2014).

Ada beberapa hal yang menurut Masinton mesti dibenahi Jokowi. Pertama, Presiden mesti membentuk lembaga ad hoc khusus untuk penyelesaian konflik agraria. Lembaga tersebut harus berada di bawah kendali Presiden langsung agar penyelesaiannya tidak berat ke pengusaha saja, tetapi tidak ke rakyat.

"Kenapa harus bikin sendiri? Karena enggak cukup BPN yang selesaikan. Konflik agraria ini kan bukan hanya persoalan kepemilikan tanah, tapi menyangkut hak sosial dan hak adat masyarakat setempat," ujar Masinton.

Kedua, Presiden diminta menginstruksikan Polri dan TNI untuk membentuk standar operasional prosedur (SOP) terkait penyelesaian konflik agraria. Masinton berpendapat, pada kenyataannya, kehadiran Polri dan TNI bukan menyelesaikan persoalan, melainkan berpihak pada perusahaan swasta untuk mengkriminalkan petani.

"Saban ada investasi, pasti ada rakyat yang jadi korban. Ini yang harus ditinjau. Kita memang butuh investasi, tapi investornya juga bukan VOC bentuk baru yang semena-mena ambil tanah rakyat," ujar Masinton.

Ketiga, Masinton meminta presiden untuk membebaskan ratusan petani dan aktivis agraria yang dipenjara. Mereka dipenjara lantaran melawan perusahaan swasta yang merampas hak tanah mereka di kampungnya.

Data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebutkan, jumlah konflik agraria di Indonesia tahun 2014 cukup memprihatinkan, yakni 472 konflik dengan luas tanah sengketa 2.860.977,07 hektare dan melibatkan 105.887 kepala keluarga. Jumlah itu meningkat dari tahun 2013 yang hanya berjumlah 369 kasus dan 2012 yang hanya 198 kasus.

Benturan konflik agraria yang terjadi juga kebanyakan antara rakyat dengan perusahaan swasta yakni 221 kasus. Peringkat selanjutnya diikuti dengan konflik antara warga dengan pemerintah, yakni 115 kasus; dan konflik antara warga dengan perusahaan negara, yakni 46 kasus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com