Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Temukan Sejumlah Potensi Korupsi Terkait Ketenagakerjaan

Kompas.com - 16/12/2014, 16:10 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sejumlah celah yang berpotensi dijadikan lahan basah untuk korupsi terkait ketenagakerjaan. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, hal tersebut didapat KPK setelah melakukan kajian bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengenai potensi tersebut.

"KPK melakukan kajian pada sistem yang berpotensi terjadinya korupsi. Banyak kasus terkait ketenagakerjaan," ujar Adnan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/12/2014).

Adnan mengatakan, kajian ini didasarkan pada besarnya dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Pada tahun 2013, PT Jamsostek memiliki total aset lebih dari Rp 153 triliun dengan dana investasi hampir Rp 150 triliun dan hasil perolehan investasi mencapai Rp 15 triliun. Bahkan, kata Adnan, kemungkinan pada tahun 2030 dana yang dikelola bisa mencapai Rp 2000 triliun.

"Ada gula ada semut, semakin banyak yang mengerubuti. Pengelolaan dana yang begitu besar tentu harus dibarengi dengan instrumen pengawasan yang baik, kompetensi serta integritas yang tinggi untuk mencegah terjadinya korupsi,” kata Adnan.

Oleh karena itu, lanjut Adnan, KPK akan melakukan pencegahan sedini mungkin agar potensi korupsi yang ada dalam pengelolaan ini dapat diatasi. KPK pun merekomendasikan agar Kemenaker, BPJS, dan pemerintah daerah bekerja sama dan bersinergi sehingga pelayanan jaminan tenaga kerja semakin meningkat.

"Kami minta perhatikan jaminan TKI minimal sama dengan pelaku pekerja di Indonesia. Sekarang kurang. Seperti jaminan kesehatan dan hari tua," ujar Adnan.

Selain itu, kata Adnan, KPK meminta agar Kemenaker membuat peraturan pemerintah tentang jaminan untuk pensiun yang disusun penuh kecermatan. Ia pun mengimbau perusahaan-perusahaan, termasuk badan usaha milik negara dan daerah, untuk mengikutsertakan para pekerjanya dalam jaminan sosial. Adnan melihat, masih banyak perusahaan yang belum mematuhi jaminan ketenagakerjaan di BPJS.

"Ketika rekomendasi KPK tidak diindahkan, biasanya jadi kasus. Lihat e-KTP, haji, atau 'sapi berjenggot'," kata Adnan.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang hadir dalam diskusi tersebut menyatakan kesediaannya menjalankan rekomendasi KPK. Hanif mengatakan, ia mendorong perubahan tata kelola lebih transparan sehingga terlihat manfaatnya.

"Kami punya komitmen yang sama dengan KPK untuk tata kelola yang baik, transparan, akuntabel, dan bersih. Ini bisa menguatkan sistem agar kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan kewenangan terutama di Kemenaker terkait BPJS," ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Nasional
Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Nasional
Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Nasional
Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Nasional
Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia 'Tidak Layak Pakai'

Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia "Tidak Layak Pakai"

Nasional
Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com