Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Bidik Pencegahan Korupsi akibat Kebobrokan Sistem

Kompas.com - 14/11/2014, 15:32 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi akan menerapkan gaya baru dalam menjalankan tugasnya. Seperti apa gaya baru yang akan diterapkan KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi itu?

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, rencana besar KPK tidak bisa lagi menangani pencegahan korupsi dengan cara-cara yang konvensional. Untuk itu, diperlukan cara lain untuk mencegah dan membasmi perilaku koruptif.

"Namanya pengintegrasian antara pendidikan, aksi represif, sekaligus pencegahan," kata Abraham di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Jakarta, Jumat (14/11/2014).

Menurut Abraham, korupsi terjadi karena dua hal, yakni individu dan sistem. Selama ini, pemberantasan korupsi oleh KPK hanya dilakukan melalui aksi represif tanpa mendorong perbaikan sistem sekaligus pencegahan pada usia dini.

Abraham menyebutkan, tindakan represif dengan menangkap koruptor tidak menyelesaikan persoalan utama korupsi. Padahal, inti persoalan adalah sistem yang membuka ruang terjadinya tindak koruptif dan peluang orang-orang baru melakukan korupsi.

"Coba lihat di mana-mana, sudah ada aksi penindakan, tapi masih terulang lagi. Kami di KPK mencoba mendeteksi penyebabnya. Ternyata kita diagnosis adalah sistem. Sistem kita kerap memproduksi kejahatan korupsi," kata dia.

Untuk pencegahan, KPK telah banyak menyampaikan sosialisasi pencegahan korupsi sejak usia dini di sekolah dasar hingga ke pendidikan tinggi. Adapun upaya memperbaiki sistem suatu instansi dilakukan dengan mendorong sistem pengawasan internal.

"Kita tidak bisa mengandalkan integritas, moral seseorang, tanpa perbaikan sistem. Sebaik apa pun orang itu, begitu dia masuk ke sistem yang membuka ruang korupsi, suatu saat dia akan tergelincir ke praktik korupsi," ujar Abraham.

Pada tahun 2012, indeks persepsi korupsi Indonesia berada di posisi 32. Angka itu turun pada 2013 menjadi posisi 35 dari 177 negara. Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2013 menunjukkan bahwa pemerintahan Indonesia belum optimal mendorong program strategi nasional pencegahan serta pemberantasan korupsi. GCB juga menunjukkan bahwa satu dari tiga orang yang berinteraksi dengan penyedia layanan publik di Indonesia masih melakukan praktik suap dengan berbagai alasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com