JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi akan menerapkan gaya baru dalam menjalankan tugasnya. Seperti apa gaya baru yang akan diterapkan KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi itu?
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, rencana besar KPK tidak bisa lagi menangani pencegahan korupsi dengan cara-cara yang konvensional. Untuk itu, diperlukan cara lain untuk mencegah dan membasmi perilaku koruptif.
"Namanya pengintegrasian antara pendidikan, aksi represif, sekaligus pencegahan," kata Abraham di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Jakarta, Jumat (14/11/2014).
Menurut Abraham, korupsi terjadi karena dua hal, yakni individu dan sistem. Selama ini, pemberantasan korupsi oleh KPK hanya dilakukan melalui aksi represif tanpa mendorong perbaikan sistem sekaligus pencegahan pada usia dini.
Abraham menyebutkan, tindakan represif dengan menangkap koruptor tidak menyelesaikan persoalan utama korupsi. Padahal, inti persoalan adalah sistem yang membuka ruang terjadinya tindak koruptif dan peluang orang-orang baru melakukan korupsi.
"Coba lihat di mana-mana, sudah ada aksi penindakan, tapi masih terulang lagi. Kami di KPK mencoba mendeteksi penyebabnya. Ternyata kita diagnosis adalah sistem. Sistem kita kerap memproduksi kejahatan korupsi," kata dia.
Untuk pencegahan, KPK telah banyak menyampaikan sosialisasi pencegahan korupsi sejak usia dini di sekolah dasar hingga ke pendidikan tinggi. Adapun upaya memperbaiki sistem suatu instansi dilakukan dengan mendorong sistem pengawasan internal.
"Kita tidak bisa mengandalkan integritas, moral seseorang, tanpa perbaikan sistem. Sebaik apa pun orang itu, begitu dia masuk ke sistem yang membuka ruang korupsi, suatu saat dia akan tergelincir ke praktik korupsi," ujar Abraham.
Pada tahun 2012, indeks persepsi korupsi Indonesia berada di posisi 32. Angka itu turun pada 2013 menjadi posisi 35 dari 177 negara. Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2013 menunjukkan bahwa pemerintahan Indonesia belum optimal mendorong program strategi nasional pencegahan serta pemberantasan korupsi. GCB juga menunjukkan bahwa satu dari tiga orang yang berinteraksi dengan penyedia layanan publik di Indonesia masih melakukan praktik suap dengan berbagai alasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.