JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar berharap agar Presiden Joko Widodo tidak memilih dari kalangan politisi sebagai kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Menurut dia, jabatan kepala BIN seharusnya diisi oleh kalangan profesional.
"Cari saja orang yang profesional. Urusan BIN ini kan punya kapasitas dan kewenangan yang unik dan beda dengan lembaga lain," ujar Haris saat ditemui di Jakarta, Selasa (4/11/2014).
Menurut Haris, jika BIN dipimpin oleh orang-orang partai yang integritasnya buruk dan tidak mau berurusan dengan lembaga-lembaga yang akuntabel, hal itu dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan. Akibatnya, sistem pengawasan akan sulit dilakukan.
Haris mengingatkan salah satu penanganan intelijen oleh BIN yang belum tuntas hingga saat ini. "Kasus Munir itu jelas operasi intelijen. Mana penyelesaiannya hingga hari ini? SBY hanya meresponsnya dengan pendekatan politis, akhirnya enggak selesai-selesai," kata Haris.
Ia berharap Presiden Jokowi dapat memilih kepala BIN sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Selain bukan dari kalangan politisi, Jokowi sebaiknya memilih calon kepala BIN yang tidak memiliki catatan buruk dalam masalah pelanggaran hak asasi manusia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijanto mengatakan, Presiden Jokowi sudah menerima sejumlah nama calon kepala BIN. Beberapa nama yang kemungkinan bakal ditunjuk itu adalah politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Tubagus Hasanuddin, mantan Wakil Kepala BIN As'ad Ali, Ketua Umum Partai Kedaulatan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso, dan mantan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.