Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla: Jokowi dan Saya Tidak Bisa Didesak-desak

Kompas.com - 22/10/2014, 15:30 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa dirinya dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa didesak siapapun dalam menentukan susunan kabinet. Kalla membantah adanya desakan dari elite partai politik tertentu saat menyusun kabinet.

“Jokowi dan saya tidak bisa didesak-desak. Direkomendasikan pasti, tapi tidak mendesak-desak,” kata Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu (22/10/2014), saat ditanya apakah ada desakan dari elite partai sehingga kabinet belum juga diumumkan hingga Rabu sore.

Meskipun demikian, Kalla mengakui pihaknya meminta masukan para pimpinan partai politik, termasuk Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Seokarnoputri dalam menentukan orang-orang yang akan mengisi kabinet.

Saat ditanya apakah Jokowi-Kalla terbebani kepentingan pihak tertentu dalam menyusun kabinet, Kalla mengaku hanya terbebani kepentingan rakyat.

Dalam menyusun kabinet, Jokowi-Kalla juga mempertimbangkan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Atas permintaan Jokowi, KPK melakukan penelusuran rekam jejak para calon menteri.

Hasilnya, ada calon menteri yang ditandai dengan warna kuning dan merah. Warna kuning menandakan calon tersebut pernah dilaporkan oleh masyarakat, sedangkan warna merah mengindikasikan calon itu terlibat kasus dugaan korupsi.

Hingga kini, susunan kabinet Jokowi-Kalla masih dimatangkan. Kemungkinan, dalam satu dua hari ini, Jokowi-Kalla akan mengumumkan susunan kabinetnya.

Menurut Kalla, perlu kehati-hatian dalam menentukan para pembantu di kabinet yang akan bekerja selama lima tahun mendatang. Ia juga mengakui adanya kesulitan dalam memutuskan orang-orang yang akan masuk kabinet. Mencari seseorang yang memiliki keahlian, kredibel, pengalaman, kepemimpinan, dan rekam jejak yang baik, diakui Kalla bukan sesuatu yang mudah.

“Tentu yang pertama mencari atau memutuskan orang yang punya keahlian, kredibel, leadership (kepemimpinan), pengalaman yang baik,” kata dia.

Kesulitan lainnya, kata Kalla, adalah menyeimbangkan antara menteri dari kalangan profesional nonpartai dan dari kalangan partai. Selain itu, menurut Kalla, perlu diperhatikan bagaimana mengharmonisasikan kepentingan semua wilayah di Indonesia.

“Ini kan kabinet nusantara, agama harus seimbang, laki-laki, perempuan,” ujar dia.

Sejak Senin (20/10/2014) malam hingga Rabu (22/10/2014) ini, para politisi, pejabat, hingga akademisi datang silih berganti menemui Jokowi.

Pada Selasa kemarin, Jokowi telah memanggil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua DPP Partai Hanura Yuddy Chrisnandi, politisi PDI-P Aria Bima, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, mantan KSAD Ryamizard Ryacudu, cendekiawan muslim Komaruddin Hidayat, dan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung.

Hari ini Jokowi memanggil Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Ketua DPP Partai Nasdem Siti Nurbaya, dan praktisi hukum tata negara Saldi Isra.

Sejauh ini seleksi calon menteri Jokowi bersifat tertutup. Jokowi dikabarkan menyodorkan 43 nama, dari jumlah itu Jokowi akan memutuskan 33 orang masuk menjadi anggota kabinetnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com