JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak layak disebut sebagai seorang demokrat, sebagaimana partainya. Menurut Ray, selama dua periode kepemimpinannya, SBY kerap melakukan kebohongan kepada masyarakat.
Ray mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, SBY telah melakukan kebohongan politik. "Tiga kasus terakhir ini, misalnya, mencontohkan dia sebagai bukan seorang demokrat," kata Ray dalam diskusi bertajuk "Politik Bohong dan Jegal-jegalan: Mampukah Jokowi Bertahan?" di Jakarta, Minggu (12/10/2014).
Ia mencontohkan, Partai Demokrat menjadi salah satu partai yang melahirkan Undang-Undang tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD. UU itu antara lain mengatur mekanisme pengajuan paket pimpinan legislatif.
"Katanya tokoh demokrasi, tapi PD menelurkan UU yang bertolak belakang dengan demokrasi. Sistem paket tidak dikenal di dalam demokrasi, musyawarah mufakatnya mana?" kata Ray.
Bukti lainnya, kata dia, terlihat pada pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah. Saat itu, pembahasan RUU yang digelontorkan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri itu sempat mengalami polemik. Partai Demokrat menolak pelaksanaan pilkada tidak langsung dan mendukung pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan. Namun, Fraksi Demokrat justru melakukan walkout di saat tiga partai lain mendukung gagasan Demokrat.
Untuk menggagalkan UU Pilkada tersebut, SBY kemudian mengeluarkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengembalikan mekanisme pilkada ke tangan rakyat. "Itu kan hanya untuk menyelamatkan muka SBY di mata rakyat, serta di mata internasional," ujar Ray.
Ray juga menuding SBY mencoba memantapkan posisinya sebagai seorang pemimpin yang demokratis dengan melakukan dialog bersama para pemimpin dunia dalam Bali Democracy Forum (BDF). Ia menilai, tindakan SBY itu sebagai bagian dari upayanya dalam menyelematkan diri di mata internasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.