Catatan Kaki Jodhi Yudono
Dua sahabat saya, Juha dan Don, sedang terlibat obrolan hangat di ruang tamu saya kemarin malam. Awalnya, saya tak berniat bergabung dengan mereka demi mendengar tema obrolan yang membuat asam lambung jadi naik dan ujung-ujungnya bikin mual.
Batin saya, obrolan kok gitu-gitu melulu, DPR, MPR, KMP, KIH, MD3, pilkada, halah! Sepertinya tak ada lagi yang patut kita perbincangkan selain masalah politik. Bukankah kehidupan tak cuma berkenaan dengan politik? Bukankah sedemikian banyak persoalan yang harus kita pikirkan dan selesaikan?
"Lo tahu nggak? Hashim sudah bikin ancaman bakal menghambat Jokowi," suara Don terdengar penuh amarah.
"Coba aja kalau berani, nanti bukan berhadapan dengan Jokowi, tapi dengan rakyat yang sudah capek dengan kesombongan-kesombongan kekuasaan. Mentang-mentang punya kuasa, terus mau seenaknya sendiri ngacak-ngacak negara. Kesannya jagoan banget," Juha menyahut.
"Itu salah satu tabiat orang yang punya kekuasaan. Sekarang dia punya kekuasaan politik dan duit, bisa jadi dia berpikir, semuanya bisa diatur dengan uang dan kekuasaan politik."
"Bukannya Hashim sudah membantah dan meluruskan berita itu ya?" kata saya.
Lalu, saya pun menyitir berita di sebuah online, menurut Hashim Djojohadikusumo, banyak media yang salah menafsirkan berita yang dibuat oleh Wall Street Journal. Ia pun berencana akan melaporkan media yang salah menafsirkan bahwa dia berencana menjegal pelantikan dan pemerintahan Jokowi-JK.
"Nih dengar aku bacakan pernyataan Hashim, 'Sama sekali tidak (ada rencana menjegal), bisa dilihat naskah atau narasi aslinya dalam bahasa Inggris. Sama sekali tidak ada menjegal, tidak ada niat jegal, tidak ada maksud dan niat menghambat pelantikan Jokowi,'" kata Hashim dalam sebuah wawancara di media televisi, TV One, Jumat (10/10/2014).
"Btw, kalian bisa nggak ganti tema obrolan, aku hampir muntah nih menyimak perbincangan kalian," kata saya lagi.
Kedua karib itu memandang saya penuh heran. Sebelum mereka selesai dengan keheranannya, saya menyela lagi.
"Mendingan kita ngobrolin perkawinannya Kodok Ibnu Sukodok dengan peri."
"Acara yang digelar oleh temanmu Bram itu?" sahut Juha.
"Yang di Ngawi itu?" susul Don.
"Iya, iya," sahut saya.
"Irasional," Don ketus.
"Nyari sensasi" Juha tak ketinggalan mencibir.
"Coba berpikir dari sisi lain tentang peristiwa itu," sahut saya.
"Misalnya...," Don bertanya.
"Dari sisi pariwisata, saya kira ini sebuah peristiwa yang mampu mengumpulkan ribuan orang dari berbagai belahan bumi. Bahkan, konon disiarkan oleh BBC dan CNN segala," saya menjelaskan sekenanya.
"Atau dari sisi budaya, peristiwa ini bisa menjadi pelipur lara bagi masyarakat yang capek oleh perilaku anggota Dewan yang sedang kalian bicarakan itu," sambung saya.
"Please deh bro, ini ada masalah gawat dan kita tak boleh terkecoh oleh peristiwa yang akan mengaburkan perhatian kita terhadap perilaku anggota Dewan itu," Juha mencoba meyakinkan.
"Please juga kalian mengerti, bahwa hidup tak juga cuma politik. Apa yang disajikan Bram lewat happening art yang mengambil tema pernikahan manusia dan makhluk halus telah tercatat sebagai peristiwa budaya sebab panggungnya adalah ruang dan waktu itu sendiri, sedangkan yang hadir adalah pembuat karya seni itu sendiri."
"Wah, ini lebih membingungkan dari peristiwa politik yang sedang kita lalui."
"Beda dong. Kalau peristiwa politik di parlemen bukan saja membingungkan, melainkan juga menguras banyak duit dan energi masyarakat, sedangkan peristiwa budaya di Ngawi justru membuat msyarakat menjadi terhibur dan membuat roda perekonomian daerah setempat jadi berputar," saya berargumentasi.
"Ok, semuanya penting, semunya bisa kita perbincangkan. Tapi, ini kali dirimu juga kudu ngerti bahwa ada yang jauh lebih penting untuk kita bicarakan, yakni mengenai indikasi akan adanya penggagalan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober nanti," ujar Juha.
Lantas Juha pun bertutur dengan hikmat. Ia mengatakan, menjelang pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden RI, muncul sinyal kuat ada penjegalan atas pelantikan Jokowi-JK oleh partai Koalisi Merah Putih (KMP) yang sudah menguasai pimpinan DPR dan MPR.
Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disinyalir melakukan manuver untuk membatalkan pelantikan Jokowi-JK.