Tim investigasi gabungan yang dibentuk sehari setelah bentrokan, belum bisa menyimpulkan apa penyebab dan kronologi penembakan empat anggota TNI dari Batalyon 134/Tuah Sakti, oleh anggota Brimob Polda Kepulauan Riau.
Hingga saat ini, kedua belah pihak, baik TNI maupun Polri sepakat menutup rapat-rapat informasi terkait bentrokan tersebut. Keduanya seakan enggan menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar.
Saat dihubungi, Jumat (26/9/2014), Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Ronny F Sompie, mengatakan, hingga Jumat sore, belum ada keterangan hasil investigasi tim gabungan.
Namun, ia mengatakan, kesimpulan hasil investigasi nantinya akan digunakan sebagai rekomendasi penyidikan lebih lanjut mengenai kasus penimbunan bahan bakar minyak ilegal yang terjadi di Batam.
Sebenarnya, tak sulit bagi siapapun untuk menebak apa yang sebenarnya terjadi dalam insiden yang melibatkan dua institusi pengamanan negara itu.
Pengamat kepolisian Neta S Pane, saat dihubungi beberapa waktu lalu, mengatakan bukan tidak mungkin bentrokan yang melukai empat prajurit TNI tersebut dilatarbelakangi aksi saling "beking", atau yang disebut dengan bisnis jasa pengamanan.
Dari data yang diperoleh Indonesia Police Watch (IPW), tercatat dalam setahun terakhir, sejak 19 Oktober 2013, hingga 21 September 2014, sudah terjadi enam kali bentrokan antara TNI dan Polri. Akibatnya, delapan anggota TNI terluka, empat di antaranya menderita luka tembak.
Sementara dari kepolisian diketahui lima orang terluka akibat bentrokan dengan anggota TNI. IPW juga mencatat, dari enam kali bentrokan antara TNI dan Polri dalam setahun terakhir, terdapat tiga kasus yang terjadi di tempat hiburan. Dalam hal ini, bentrokan dilatarbelakangi persaingan dalam memberikan jasa pengamanan bagi bos-bos pemilik tempat hiburan.
Neta mengatakan, bisnis jasa pengamanan tersebut tidak hanya dilakukan di tempat-tempat hiburan saja. Menurut dia, juga dilakukan pada kawasan pertokoan, lokasi industri, hingga pada usaha-usaha ilegal seperti penimbunan BBM dan melindungi bandar narkoba.
Dugaan keterlibatan oknum TNI dan Polri dalam bisnis ilegal semakin diperkuat ketika beberapa waktu lalu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengakui keterlibatan anggota TNI dalam kasus pencurian BBM di Kota Batam, Kepulauan Riau.
Tak lama berselang, giliran Kapolri Jenderal Sutarman mengakui keterlibatan dua anggotanya dalam kasus pencurian BBM dalam kasus yang sama dengan anggota TNI di Batam. Kasus tersebut terkuak ketika Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menangkap pemilik kapal MT Lautan I, berinisial AM.
Ia menjadi tersangka kasus dugaan pencucian uang dan korupsi transaksi keuangan mencurigakan di Kota Batam. Kasus ini berawal dari penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, saat menemukan transaksi mencurigakan milik PNS di Kota Batam senilai Rp 1,3 triliun.
Angka tersebut merupakan akumulasi transaksi tahun 2008-2013. AM diduga membeli atau mengambil sebagian bahan bakar minyak Pertamina yang diangkut kapal, dengan kapal lain secara ilegal di tengah laut. [Baca: Saat Prajurit TNI dan Brimob Bentrok, Toko Aksesori TNI-Polri Dijarah]
Seorang sumber Kompas.com, yang bekerja di sebuah perusahaan rekanan Pertamina, sebagai pemasok bahan bakar bagi kapal nelayan, di Medan, Sumatera Utara, mengatakan, hampir dipastikan semua pengusaha minyak dan gas dalam jumlah besar, menggunakan jasa pengamanan baik dari tentara maupun kepolisian.