Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Artidjo Alkostar: Kita Sering Terlalu Andalkan Figur Pemimpin...

Kompas.com - 22/09/2014, 07:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar belakangan dikenal luas dengan vonis berat kasasi dalam beragam kasus. Dia berpendapat pula bahwa perbaikan akses hukum bagi masyarakat merupakan bagian dari pembenahan sistem.

Kompas.com mendapat kesempatan melakukan wawancara khusus dengan Artidjo, Kamis (18/9/2014), selama hampir dua jam. Ini tulisan kedua dari serial hasil wawancara tersebut.

Ditemui di ruang kerjanya, Artidjo menyoroti soal kecenderungan bangsa Indonesia menggantungkan perubahan sistem pada figur pemimpin. Menurut dia, seluruh komponen bangsa juga harus bergerak bersama-sama. Tanpa pembenahan sistem, sementara korupsi dibiarkan merajalela, Indonesia tak akan pernah maju.

Sistem pemerintahan harus berubah. Namun, itu juga tergantung partai pemenang pemilu kan, Pak?

Ya harus berubah. (Namun), saya kira NGO (LSM), pers, dan ormas juga harus lebih banyak diberdayakan. Penting itu sebetulnya. Kadang-kadang kita ini (hanya) fokus pada figur pimpinan.

Amerika itu sehat masyarakatnya karena ada ribuan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Civil society diberdayakan, bergerak. Di kita, saya kira masih kurang. Civil society (di sana) berteriak terus, meneriaki pejabat yang korup.

"Penyakit" kan banyak, mulai dari pembuatan undang-undang-nya. Pembuatan UU kalau tidak berspirit kerakyatan, tak punya napas kerakyatan, akan rugikan rakyat juga. (Kalau begitu) rakyat tak akan pernah sampai ke dataran idaman negara kita ini yang menuju masyarakat kita adil-makmur.

Tujuan di masa depan kan itu. Kalau di tengah jalan ada kabut-kabut-kabut, kabut kejahatan korupsi yang bersifat vertikal dari atas sampai bawah, tentu akan menghambat perjalanan bangsa kita, tentu akan menggerogoti, merendahkan juga, mengurangi juga peradaban bangsa.

Tak ada peradaban yang maju atau bagus kalau bangsa atau pemerintah korup, tak ada. Mesti bersih.

Civil society masih kurang berdaya padahal demokrasi kita sudah sejauh ini. Kenapa menurut Bapak?

Itu betul. Saya kan dulu sering akrab dengan Amnesty International. Ada yang datang ke Yogyakarta, (saya tanya) kamu kok sorot HAM Indonesia saja (tetapi) di Amerika tak publikasikan itu?

(Dia jawab) tak benar, kami juga kritik keras (persoalan di Amerika) tetapi kalah keras dengan LSM di Amerika, (yang) kalau (pemerintah) ada salah sedikit langsung digebuki, jadi sorotan. Bendera tentang pelanggaran oleh aparat kekuasaan itu terus dikibarkan.

Indonesia harus kibarkan terus juga. Kita punya ICW, tetapi kurang. Bayangkan, di daerah itu banyak yang tak punya akses. (Yang diperlukan adalah) cara kontrol untuk beri advokasi masyarakat.

Ada perda, misalnya, yang izinkan pemilik modal di situ, tetapi lalu rugikan penduduk setempat. Bagaimana aksinya? Masyarakat sering tak tahu mengadu ke siapa. Ke KPK-kah? Apa sudah waktunya ke KPK? Justru saya temui (banyak LSM) terlibat pembuatan proposal, ikut korup, pidana, banyak.

Apakah pekerjaan rumah saat ini adalah menumbuhkan LSM yang bekerja dengan benar dan membangun civil society yang kuat?

Betul. Dengan demikian, timbul kesadaran kolektif kita untuk maju bersama sebagai bangsa, untuk merawat demokrasi. Demokrasi kita sudah bagus, tetapi masih harus dirawat dan dikawal supaya tidak muncul oligarki politik ataupun (oligarki) ekonomi yang bahayakan negara kita.

(ANN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com