Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Demokrat Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD

Kompas.com - 05/09/2014, 12:22 WIB
Meidella Syahni

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu mengatakan, Demokrat sepakat jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Alasannya, selain hal itu akan menghemat biaya, kepala daerah yang dipilih sepaket dipandang sering tak sejalan.

"Partai Demokrat mendukung pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih oleh DPRD sebagai representasi dari suara masyarakat. DPRD sebagai wakil yang dipilih secara langsung bisa menjadi penyalur aspirasi masyarakat tentang siapa pemimpin yang diharapkan," ujar Khatibul dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/9/2014).

Sikap Demokrat itu berubah. Catatan Kompas, pada Mei 2014, Demokrat berpendapat pemilihan gubernur dilakukan secara langsung dan pemilihan bupati/wali kota oleh DPRD.

Khatibul mengutip UUD 1945 Pasal 18 ayat 4 yang berbunyi, "Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis."

Karena itu, kata dia, tidak ada kalimat yang menyatakan bahwa pilkada harus dilaksanakan secara langsung, tetapi dipilih secara demokratis.

"Dengan begitu, baik langsung maupun tidak langsung merupakan persoalan teknis yang sama sekali tidak mengurangi makna dari demokratis itu sendiri," kata dia.

Secara teknis, Fraksi Demokrat mengusulkan bahwa dalam penentuan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota, kepala daerah terpilih mengajukan tiga orang nama sebagai calon wakilnya yang dipilih dari PNS atau non-PNS. Tiga calon tersebut kemudian diajukan kepada presiden melalui menteri dalam negeri untuk ditetapkan salah satunya.

Dalam praktik penyelenggaraan pilkada langsung selama ini, kata dia, hampir tidak ada pilkada yang tidak melahirkan masalah, mulai dari ketegangan sosial, kerusuhan, sampai berujung di Mahkamah Konstitusi.

Hampir semua tahapan melahirkan ketegangan dan kerawanan, baik sosial maupun politik. Belum lagi, kata dia, praktik politik uang yang mereduksi nilai-nilai moral di tengah masyarakat.

Dari segi biaya, lanjut Khatibul, begitu besar beban yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan pilkada, baik untuk penyelenggara KPU, Bawaslu atau Panwaslu, biaya pengamanan, maupun biaya yang dikeluarkan para calon.

Dalam perjalanan calon terpilih dalam pilkada langsung, Fraksi Partai Demokrat menilai, sering kali ketika menjabat, banyak terjadi ketidakharmonisan antara gubernur dan wakil gubernur, bupati dengan wakil bupati, dan wali kota dengan wakil wali kota.

"Kedua-duanya sama-sama merasa dipilih secara langsung, di saat yang sama, afiliasi partai berbeda," imbuh dia.

Karena itu, wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota tidak dipilih dalam satu paket dengan gubernur, bupati, dan wali kota untuk menghindari ketidakharmonisan dalam menjalankan roda pemerintahan.

"Ketidakharmonisan dalam penyelengaraan pemerintahan hanya akan menyengsarakan masyarakat. Wewenang gubernur, bupati, dan wali kota terpilih untuk menentukan wakilnya, akan menjadi fondasi bagi kepemimpinan kuat dan stabil," ujar dia.

Sebelumnya, anggota Panja RUU Pilkada, Abdul Malik Haramain, mempertanyakan sikap mayoritas parpol Koalisi Merah Putih yang berubah sikap soal pilkada setelah selesainya Pilpres 2014. (baca: Mayoritas Koalisi Merah Putih Ingin Kepala Daerah Dipilih DPRD)

RUU Pilkada saat ini masih dalam pembahasan di Panja. Awal September ini, Panja melaksanakan rapat konsinyering dengan pemerintah. Rapat ini belum menghasilkan keputusan final.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com