Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Tahun Tewasnya Munir, Canberra Melawan Lupa

Kompas.com - 02/09/2014, 20:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - September 2014. Sepuluh tahun lalu, tepatnya 7 September 2004, aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib tewas diracun di atas pesawat Garuda Indonesia yang menerbangkannya ke Amsterdam, Belanda.

Sepuluh tahun berlalu, kasusnya dianggap belum selesai. Kalangan aktivis hak asasi manusia menganggap, vonis majelis hakim atas Polycarpus Budiprihanto yang dianggap sebagai pelaku pembunuhan bukanlah akhir dari peristiwa ini. Dalangnya belum terungkap, kata mereka.

Di Canberra, "perayaan" 10 tahun tewasnya Munir yang belum tuntas itu dikenang dalam sebuah perbicangan. Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Canberra dan Indonesia Synergi menggelar diskusi bertajuk “Canberra Melawan Lupa.” Kenangan akan Munir menyeruak dalam perbincangan sekitar 80 orang, 5.396 kilometer dari Jakarta.

"Di Amerika, Munir adalah Martin Luther King," kata Usman Hamid dalam siaran pers yang diterima kompas.com, Selasa (2/9/2014).

Usman sangat dekat dengan Munir. Ia adalah aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KONTRAS), lembagai kemanusiaan yang didirikan dan dipimpin Munir. Selepas Munir pergi, Usman pernah memimpin lembaga itu. Usman juga pernah menjadi Sekretaris Tim Pencari Fakta Kasus Munir bentukan Presiden Susilo Bambang-Yudhoyono.

“Dia adalah orang yang sangat sopan dan rendah hati, tapi pada saat yang sama juga seperti tak mengenal rasa takut,” kenang Usman.

Dari mana keberanian itu muncul? Usman bercerita, suatu ketika Munir pernah berkata, “yang perlu ditakuti adalah rasa takut itu sendiri.” Frase yang sama pernah dikatakan mantan Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, tahun 1933: “The only thing we have to fear is fear itself.”

Usman ingat, Munir pernah berpesan padanya, bahwa pembelaan pada seorang manusia semata-mata harus didasarkan pada kemanusiaan itu sendiri, bukan atas dasar agama, ras, atau golongan.

“Munir pernah berkata bahwa jika kamu menemukan korban di tempat kerja atau di jalanan, setiap orang memiliki kewajiban untuk memberi pertolongan tanpa menimbang apakah perbuatan itu sesuai dengan Qur’an atau Al-Kitab,” tutur Usman.

Munir dan demokrasi Indonesia

Sementara itu, ahli militer dan politik Indonesia dari Australia National University (ANU), Marcus Mietzner, yang juga hadir sebagai pembicara, mengatakan, Munir memiliki peran penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Munir bukan hanya aktivis pro-demokrasi dan HAM terdepan yang pernah dimiliki Indonesia modern, tapi juga, seorang pemikir.

Menurut Marcus, Munir mengalami pergeseran peran menjelang keberangkatannya ke Belanda. Sebelumnya Munir tampil terdepan membela dan mendampingi para korban pelanggaran HAM, seperti kasus 65, Talangsari, Tanjung Priok, Marsinah, dan penculikan aktivis. Belakangan, Munir muncul sebagai pencetus ide-ide mendasar tentang demokrasi modern di Indonesia.

Ketua Umum PPI Canberra, Shohib Essir, dalam sambutannya, menyatakan bahwa acara ini didasarkan pada tekad untuk menolak melupakan kekerasan yang terjadi di masa lalu. Ia mengajak para hadirin untuk menandatangi petisi kasus Munir yang dibuat Suciwati pada situs www.change.org/Munir. Petisi ini mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden terpilih Joko Widodo untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com