Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Prabowo-Hatta Protes Partisipasi 100 Persen di Nias Selatan

Kompas.com - 12/08/2014, 13:57 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyampaikan kejanggalan jumlah partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden 2014 di Nias Selatan, Sumatera Utara, yang mencapai 100 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Kejanggalan itu disampaikan kepada majelis hakim konstitusi dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta (12/8/2014).

Saksi yang berasal dari Nias Selatan itu adalah Irwansyah. Ia menjadi saksi Prabowo-Hatta di Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat Provinsi Sumatera Utara. Irwansyah menjelaskan, di Nias Selatan, terdapat 278 tempat pemungutan suara (TPS) di 27 kecamatan. Ia tak menyebut jumlah DPT di Kabupaten Nias Selatan. Namun, dari catatannya, pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 26.064 suara dan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat 171.401 suara di kabupaten tersebut.

"Sebenarnya, ada rekomendasi untuk ditinjau ulang pemungutan suara di seluruh TPS tersebut. Tapi, kata KPU (provinsi) kurang bukti sehingga rekomendasi dari Panwaslu tidak ditindaklanjuti," kata Irwansyah, dalam persidangan tersebut.

Meski demikian, Panwaslu Kabupaten Nias Selatan tetap bersikukuh agar KPU menjalankan rekomendasi yang diberikan. Pasalnya, jumlah pemilih mencapai 100 persen DPT.

"Di beberapa TPS bahkan lebih dari DPT, ada orang (sudah) meninggal ikut mencoblos, tidak terdaftar ikut mencoblos," ujarnya.

Irwansyah menambahkan, pada akhirnya, rekomendasi Panwaslu tidak dijalankan oleh KPU dan rekapitulasi di Kabupaten Nias Selatan pada 16 Juli 2014 tetap berlanjut ke tingkat Provinsi Sumatera Utara. Saksi dari pihak Jokowi-JK, kata Irwansyah, tak mengajukan protes.

Dalam persidangan yang sama, tim hukum Prabowo-Hatta juga menghadirkan saksi lain untuk membuktikan kejanggalan proses pemilu di Nias Selatan. Saksi tersebut adalah Munaman Halal yang diberi mandat menjadi saksi di tingkat Panitia Pengawas Kecamatan (PPK).

Ia menjelaskan, kejanggalan terjadi di Desa Sisarahili Oyo, Kecamatan Lolowau. Di desa tersebut, setidaknya ada dua TPS yang partisipasi pemilihnya mencapai 100 persen. Kejanggalan itu ditemukan di TPS 1, Desa Sisarahili Oyo. Di TPS itu, jumlah DPT mencapai 116 orang, dengan perolehan suara untuk pasangan Prabowo-Hatta sebanyak 2 suara, pasangan Jokowi-JK 113 suara, dan satu suara tidak sah.

"Itu di kampung saya. Padahal, di situ ada 18 orang yang merantau ke pulau seberang, dan ada yang sudah meninggal. Pertanyaan saya, kenapa 'mayat-mayat' itu bisa memilih?" kata Munaman.

Ketua Majelis Hakim MK Hamdan Zoelva menilai pernyataan Munaman kurang etis. Ia pun menegur Munaman.

"Jangan tanya ke saya, justru hakim mau bertanya ke Anda," kata Hamdan.

Setelah meminta maaf kepada majelis hakim, Munaman kembali melanjutkan kesaksiannya. Ia mengaku tak melapor ke Panwaslu setempat meski sadar ada kejanggalan jumlah partisipasi pemilih. Selanjutnya, masih untuk desa yang sama, tepatnya di TPS 2, Munaman menyatakan juga terjadi kejanggalan. Jumlah DPT sebanyak 224 dibagi untuk Prabowo-Hatta dua suara dan Jokowi-JK 221 suara.

"Di situ juga termasuk ada yang meninggal. Saya enggak melapor ke Panwaslu karena penyelenggara sudah pada bubar. Fakta ini ditemukan setelah hari pencoblosan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

Nasional
Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nasional
Kecelakaan Bus 'Studi Tour', Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Kecelakaan Bus "Studi Tour", Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Nasional
Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Nasional
KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

Nasional
Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Nasional
Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Nasional
Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Nasional
Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Nasional
Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Nasional
PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Nasional
Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Nasional
KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

Nasional
Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com