JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa merasa berhak mengajukan gugatan hasil Pemilu Presiden 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataan Prabowo yang menarik diri dari tahapan pilpres dianggap tak mengurangi kedudukan hukum untuk melayangkan gugatan tersebut.
Kuasa hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail menjelaskan, Prabowo menyatakan penarikan diri hanya pada satu tahapan pilpres, yakni proses rekapitulasi perolehan suara. Gugatan tetap dilayangkan karena Prabowo tak menarik diri dari tahapan lain dalam pilpres sampai tiba proses pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.
"Ini yang mereka lupa, bahwa proses dan tahapan itu sampai pelantikan. Prabowo hanya menarik diri dari satu tahap karena ada proses yang tidak benar," kata Maqdir di Gedung MK, Jakarta, Jumat (8/8/2014).
Maqdir mengatakan, pernyataan kuasa hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla tentang tak adanya kedudukan hukum (legal standing) Prabowo untuk menggugat ke MK sangat keliru. Menurut Maqdir, Pemilu Presiden 2014 dianggap tidak sah jika Prabowo-Hatta mengundurkan diri sebagai kandidat. "Kalau mereka menganggap seperti itu, berarti mereka membuat pilpres tidak sah," ujarnya.
Saat dikonfirmasi mengenai permintaan Prabowo-Hatta agar MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendiskualifikasi Jokowi-JK, Maqdir tidak memberi jawaban pasti. Terlebih saat disodorkan pertanyaan bahwa permintaan diskuslifikasi itu dapat berujung pada tidak sahnya Pilpres 2014 karena menjadikan Prabowo-Hatta sebagai calon tunggal. "Ya, itu nantilah, saya kira MK dapat menjadi juri yang baik," ucapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Jokowi-JK, Sirra Prayuna, menilai pernyataan Prabowo yang menarik diri dari proses pilpres pada 22 Juli 2014 memberikan implikasi secara hukum. Menurut Sirra, Prabowo-Hatta tak lagi memiliki kedudukan hukum dan tak berhak mengajukan gugatan terkait sengketa hasil Pilpres 2014 karena telah menyatakan menarik diri dari semua proses yang berjalan.
"Pemohon (Prabowo-Hatta) tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke MK. Gugatannya juga tidak jelas dan kabur, maka MK harus menolak seluruh permohonannya," ucap Sirra.
Dalam permohonannya, Prabowo-Hatta menyatakan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Prabowo menilai lawannya memeroleh suara melalui cara-cara yang melawan hukum atau setidak-tidaknya disertai dengan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU.
Dalam perbaikan permohonan setebal 197 halaman yang diserahkan Kamis (7/8/2014) siang, tim hukum Prabowo-Hatta mendalilkan bahwa Pilpres 2014 cacat hukum karena berbagai alasan. Salah satunya adalah perbedaan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) faktual sebagaimana hasil rekapitulasi KPU pada 22 Juli 2014 dengan SK KPU No 477/Kpts/KPU/13 Juni 2014. Selain itu, Prabowo-Hatta juga menduga KPU beserta jajarannya melanggar peraturan perundang-undangan terkait pilpres. Di antaranya, UU Nomor 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; UU Nomor 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Peraturan KPU Nomor 5, Nomor 18, Nomor 19, dan Nomor 20; serta Peraturan KPU Nomor 21/2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Serta Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014. Setelah itu, Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah yang dicantumkan dalam berkas gugatan, yakni pasangan Prabowo-Hatta dengan 67.139.153 suara dan pasangan Jokowi-JK dengan 66.435.124 suara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.