Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Jokowi-JK: Sudah Menarik Diri, Prabowo Tak Bisa Ajukan Gugatan ke MK

Kompas.com - 08/08/2014, 11:15 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dianggap tak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan terkait hasil Pemilu Presiden 2014 ke Mahkamah Konstitusi.

Pendapat itu dilontarkan tim kuasa hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam persidangan kedua perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (8/8/2014).

Kuasa hukum Jokowi-JK, Sirra Prayuna, menjelaskan, pada 22 Juli 2014, Prabowo secara tegas telah menyatakan menarik diri dari proses pilpres. Pernyataan itu dianggap Sirra memberikan implikasi secara hukum karena Prabowo menarik diri pada hari pengumuman hasil penghitungan resmi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Pernyataan Prabowo yang menolak pelaksanaan pilpres dan menarik diri dari proses yang berlangsung tentu berimplikasi hukum," kata Sirra, saat memberikan keterangan mewakili Jokowi-JK sebagai pihak terkait.

Meski demikian, kata Sirra, Prabowo-Hatta seperti melupakan pernyataannya sendiri dan melepaskan diri sebagai subyek hukum dengan melayangkan gugatan PHPU ke MK. Padahal, menurut Sirra, Prabowo-Hatta tak lagi memiliki kedudukan hukum dan tak berhak mengajukan gugatan.

"Pemohon (Prabowo-Hatta) tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke MK. Gugatannya juga tidak jelas dan kabur, maka MK harus menolak seluruh permohonannya," ucap Sirra.

Dalam permohonannya, Prabowo-Hatta menyatakan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Alasannya, Jokowi-JK dinilai memperoleh suara melalui cara-cara yang melawan hukum atau setidak-tidaknya disertai dengan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU.

Selanjutnya, dalam perbaikan permohonan setebal 197 halaman yang diserahkan pada Kamis (7/8/2014) siang, tim hukum Prabowo-Hatta mendalilkan bahwa Pilpres 2014 cacat hukum dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah perbedaan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) faktual sebagaimana hasil rekapitulasi KPU pada 22 Juli 2014 dengan SK KPU No 477/Kpts/KPU/13 Juni 2014.

Selain itu, Prabowo-Hatta juga menduga, KPU beserta jajarannya melanggar peraturan perundang-undangan terkait pilpres. Di antaranya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Peraturan KPU Nomor 5, Nomor 18, Nomor 19, dan Nomor 20, serta Peraturan KPU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil serta Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan batal dan tidak sah terhadap keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014.

Setelah itu, Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan bahwa perolehan suara yang benar adalah yang dicantumkan dalam berkas gugatan, yakni pasangan Prabowo-Hatta dengan 67.139.153 suara dan pasangan Jokowi-JK dengan 66.435.124 suara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com